TRAVEL STORY

Wisata Medan – One Day Trip City Tour Medan

Berhubung cuma punya waktu singkat buat city tour di Medan, kali ini lebih milih untuk wisata kuliner dan mengunjungi beberapa tempat yang unik. Ada banyak tempat yang menawarkan wisata kuliner malam di Medan, di antaranya Jl. Selat Panjang, Asia Mega Mas, dan Jl. Pandu. Cerita selengkapnya untuk wisata kuliner malam medan akan dibahas di cerita selanjutnya.

Ga cukup sebenarnya satu hari buat wisata di Medan. Namun ada 7 destinasi yang bisa didatangi dalam satu hari di Medan, mulai dari homestay unik dengan gaya rumah Jengki, rumah orang terkaya di Medan tahun 1920an, sampai eskrim legendaris.

Roemah 28 Syariah

Seperti biasa, sebelum memutuskan menginap dimana, gue akan cari tau tentang hotel yang dituju. Pilihan tertuju ke sebuah rumah dengan bangunan rumah jengki dan interior unik. Kali ini bukan hotel, lebih mirip dengan homestay. Tiap sudutnya instagrammable dan pas banget buat kids jaman now. Namanya Roemah 28 Syariah. Dengan nama syariah, tentunya ada aturan khusus, cewek dan cowok yang belum menikah ga boleh sekamar. Ga jadi masalah, karena gue pergi bareng teman cewek.

Dengan harga kurang dari Rp 300.000 untuk kamar standar tanpa sarapan, kami puas dengan kualitas Roemah 28 ini. Ada air panas, AC, TV (walaupun kami ga sempat nonton), dan air minum. Bangunannya tergolong baru dan bersih. Bersih tanpa ada barang karat di kamar itu penting buat gue. Staffnya ramah, terutama manajernya, Pak Haerul yang merupakan ketua lembaga warisan Sumatra. Beliau banyak bercerita dan memberi rekomendasi tempat-tempat yang wajib dikunjungi di Medan. Mau tau lebih lanjut tentang cerita dan review dari Roemah 28? Nanti bisa dilihat di postingan selanjutnya. Kami check out jam 9 pagi, titip ransel di receptionist dan mulai city tour hari itu.

 

Lontong Kak Lin


Bermodal online transportation, kami menuju ke Lontong Kak Lin, yang hits banget kalau kita googling postingan “makanan wajib di Medan”. Ekspektasi gue cukup tinggi untuk si lontong sayur ini, berujung kecewa. Kenapa? Karena pelayanannya. Kalau rasa, soal selera, menurut gue biasa aja.

Gue datang ke dekat etalase, si ibu bilang “Duduk saja dulu, nanti dilayani”. Gue duduk, nunggu didatangi si abangnya, kemudian pesan 2 lontong sayur, kue lumpang, martabak mini, dan sate kerang. Makanan ringan sudah datang, tapi meja belum dilap, banyak sisa-sisa air, dan sampai 10 menit berikutnya lontong belum datang. Gue datangi lagi si ibu “Tadi pesan sama siapa? Ambil lah ini..” Gue disodorin sepiring lontong sayur tanpa ada sendok dan garpu. “Dua bu” gue bilang sambil nunggu satu piring lagi. Belum sampai gue ambil, lontong sayur itu diambil sama pelayan lain dikasih ke meja lain yang baru datang.

“Kenapa tidak kau ambil tadi?” gue bingung mau jawab apa. Baru kali ini gue beli makanan, yang jual galak banget, sebenarnya self service atau duduk manis aja? Mungkin masalah budaya dan dialek di sana, tapi ke pembeli segalak itu kah? Akhirnya sepiring lontong disodorin lagi ke gue, piringnya agak belepotan, tanpa sendok, cuma ada garpu. Ternyata semua sendok habis. 5 menit kemudian, gue dikasih sendok yang masih basah. Daripada lama, gue makan sepiring berdua dan kami cari tempat makan lain. Kami menghabiskan Rp 30.000 untuk lontong tanpa telur, 2 sate kerang, 2 martabak mini dan 1 kue lumpang.

Sinar Pagi: Soto Medan

Pelajaran dari Lontong Kak Lin, gue tanya dulu pas datang, pesannya dimana, supaya ga nunggu lama. Nunggunya kali ini ga lama, tapi ternyata, penuh banget tempatnya! Beruntung banget, meja di sebelah gue pas selesai makan dan kami dapat 2 tempat duduk. Piring bekas makan orang sebelum gue, belum diberesin dan ternyata kalau di sini ada bagiannya masing-masing untuk yang membersihkan, yang menghitung, dan yang membawakan makanan. Ga lama, makanan yang gue pesan, yaitu soto daging, datang dan meja sudah dilap.

Gue suka soto di sini, bumbunya terasa, dagingnya empuk, dan sambalnya enak! Ga perlu pakai kecap atau sambal terpisah, karena sambalnya berupa sambal kecap. Tambah pakai perkedel dan peyek udang yang garing, akhirnya kenyang. Bisa dibilang brunch karena sudah jam 10, pertengahan pagi menjelang siang. Panas banget di sini, untungnya ada kipas angin. Jadi memang benar tempat makan, ga bisa buat ngobrol, secara panas dan berisik. Kami bayar Rp 72.000 untuk makanan siang itu.

 

Tjong A Fie Mansion

Supaya liburan tetap sehat, kami memutuskan untuk jalan kaki ke Tjong A Fie dari RM. Sinar Pagi, sekitar 2 KM yang kata Google map bisa ditempuh dalam 20 menit. Dari awal sudah diingatkan kalau ga aman bawa kamera atau tas selempang di pinggir jalan, sampai kemarin ada seorang bapak yang datangi kami untuk mengingatkan “Hati-hati kameranya” karena teman gue moto di pinggir jalan. Gue ga terlalu nyaman dengan trotoarnya dan susah buat nyebrang, mobil dan motor di sini ga ada yang jalan pelan, kecepatan tinggi semua, kadang lampu sein ga dipake walaupun mau belok.

Akhirnya setelah sekitar 30 menit kami sampai di rumah berwarna kuning. Dengan membayar tiket Rp 35.000 kami dipandu seorang guide yang menjelaskan sejarah Tjong A Fie Mansion ini. Suka deh dengan arsitektur rumah ini. I love every details here! Mulai dari ubin, langi-langit, jendela, sampai mejanya. Cerita lengkapnya bisa dibaca di postingan selanjutnya. Ga terasa, kami menghabiskan 2 jam di sini.

 

Tip Top


Berhubung panas terik dan waktu terbatas, kami memutuskan untuk makan eskrim legendaris Medan. Kalau Jakarta punya Ragusa, Surabaya punya Zangrandi, Solo punya Tentrem, Medan punya Tip Top.

Eskrim di sini lembut, gue pesan Moorkop, eskrim vanila dengan kue bolu yang diguyur coklat. Rasanya pas buat gue, ga terlalu manis dan ga terlalu susu. Mumpung di Medan, gue pesan Badak, minuman rasa sarsaparila. Ternyata di sini, dapat gratis air putih. Senang deh, panas kayak gini free flow air putih. Kami membayar Rp 72.000 untuk 2 eskrim dan 2 minuman. Tip Top juga menjual cake, kue moka per potong dihargai Rp 7.000.

Bolu Meranti

Sepertinya ini oleh-oleh wajib dari Medan. Masih bermodalkan transportasi online, kami beli bolu meranti di Jl. Kruing. Di sini rapih banget, nomor antriannya jelas, dan ada meja untuk pemesanan, pembayaran, dan pengambilan.

 

Nelayan Jala-Jala


Sebelum menuju airport, kami memutuskan kuliner sekali lagi. Menutup wisata kuliner Medan di Nelayan Jala-Jala. Ada 2 tempat di Merdeka walk, yang di bagian tengah buka dari pagi, sedangkan yang di ujung dekat Kantor Pos, baru buka jam 5 sore.

Menu favorit di Jala-Jala pastinya pancake durian. The best pancake durian ever! Menurut gue lebih enak dari Jala-Jala di Jakarta, isi duriannya lebih banyak dan ukurannya lebih besar. Untuk dimsum, kami pesan siomay rumput laut, siomay kepiting, siomay 3 rasa (udang, ayam, ikan teri), dan pastinya leng hong kien. Sayang sekali, ceker saus tiramnya kosong. Selalu kalap sih kalau nge-dimsum di sini.

Stasiun Medan

Berhubung harus sampai di airport sebelum jam 6 sore, kami membeli tiket rainlink Medan-Kualanamu untuk setengah 5 sore, sehingga sampai di airport jam 5 sore. Kami persiapkan ini sebelum berangkat. Tiket bisa dipesan dari website atau aplikasi ticketing. Rp 100.000 per orang untuk perjalanan 30 menit. Nyaman dan cepat.

Terminal keberangkatan untuk ke Kualanamu berada di lantai 2, ada di sebelah gedung BNI, berbeda dengan Stasiun Medan untuk kereta antar kota. Lebih baik datang minimal 15 menit sebelum jadwal keberangkatan karena peron berada di atas.

Sekian cerita one day trip city tour Medan. Sebenarnya ada banyak tempat lain yang bisa dikunjungi di Medan, tapi karena keterbatasan waktu kami hanya mengunjungi beberapa tempat ini.

Kita berwisata, kita bercerita.