Jembatan Gazebo Baduy Luar di Banten Indonesia A-Z
TRAVEL STORY

Wisata Baduy – Panen Durian!

Kereta pagi itu belum terlalu penuh, melipir-melipir akhirnya bias dapet di pojok gerbong pertama. Carrier gw dan Larissa cukup eye catching di hari kerja di gerbong cewek, kontras banget dengan orang-orang yang mau ngantor. Jam 6 kurang, kami sudah sampai di stasiun Tanah Abang dan ternyata loket belum buka.

Kereta ekonomi AC Rp 5000 saja, cukup oke, bersih dan nyaman di kelasnya ditambah bias ngecharge udah bikin gw bahagia. Makin menjauh dari Jakarta, ingatan gw akan tugas memudar, gw males browsing lagi dan pasrah. Mulai wasapan dengan Tante Joan, dia temen trip gw ke Baduy tahun lalu dan pernah balik lagi sendiri ke Baduy. Info paling berharga dari dia adalah Baduy lagi panen duren! 10.30 sampai di Stasiun

Setengah jam kemudian, kami sampai di terminal Aweh, sepi saat itu baru kami berdua penumpang untuk elf ke Ciboleger. Kami berpikir sebaiknya makan siang saat itu ketika waktu menunjukkan pukul 11.30 untuk menghemat waktu kami di Ciboleger. Info dari supir elf, akan berangkat pukul 12.00. Baru menyantap makan siang beberap suap, then… Elf berangkat! What?! Spontan kami berhenti makan dan berlari mengejar elf dengan nasi masih di tangan. Supir elf dengan santai bilang “nanti balik lagi” kami kembali lagi ke tempat duduk ketika makan, baru melanjutkan si ibu penjual minuman bilang “ke sana aja mbak”. Oke, gw menyelesaikan makan siang dan Larissa melanjutkan makan di elf. Masih shock therapy karena nyaris ditinggal elf, kami berjalanan ke tempat elf menaikkan penumpang lain. Gw tidur sepanjang perjalanan ini dan pulas.

Sekitar 1.5 jam di dalam elf dengan tarif RP 25.000 kami sampai di Ciboleger. Segera kami menuju rumah Kang Emen di Baduy Luar yang membantu kami untuk akomodasi selama di Baduy. Karena Kang Emen sedang ke Jakarta, kami dijamu oleh Kang Ahmad dan langsung diberikan welcome snack berupa 2 buah durian. Oke, mission number 1 accomplished! Jujur sih, buat gw, durian di sini lebih enak dibanding kota lain, manis dan teksturnya sesuai dengan selera gw.

Perjalanan ke Baduy dalam memakan waktu 3.5 jam. Kami melewati lumbung epic Baduy, beberapa kali jembatan bambu dan tentunya sepanjang jalan kami melihat durian. Mulai dari kulit durian, durian yang dibawa dari Baduy dalam ke luar sampai durian yang masih di pohon. Cukup takjub melihat orang Baduy Dalam yang membawa durian dengan dipikul, bisa mencapai 50 durian cerita Kang Sanip yang menemani kami menuju Baduy Dalam. Siang itu Kang Sanip dan Kang Sarta yang menemani kami. Oiya, sudah dua kali gw ke Baduy dan Kang Sanip yang menjadi guide, Kang Sanip sering ke Jakarta dan berinteraksi dengan orang luar Baduy, jadi sudah fasih berbasaha Indonesia, tidak ada kesulitan dalam percakapan.

Tibalah kami di sungai perbatasan Baduy Luar dan Dalam, semestinya sih melewati jembatan, tapi karena Larissa sudah tidak sabar main ke sungai, ya sudah nyebur saja sekalian. Ya kami berjalan melintasi sungai, kira-kira sebetis dan untungnya arus tidak terlalu deras.

Kami hampir tiba di rumah Kang Sapri, tinggal beberapa meter lagi. Melewati kebun durian terakhir dan… BUUKK!! Oke, durian jatuh, tidak sampai 1 meter dari tempat kami lewat. Bukan sengaja runtuh, terlepas waktu dipetik, karena durian ini sudah diikat sebelum matang di pohon. Di sini gw teringat peribahasa “bagai mendapat durian runtuh” katanya dapat untung besar ya, buat gw sih dengan pengalaman ini arti peribahasa itu menjadi hampir mengeluarkan duit besar. Bayangin deh, gimana kalau ketiban durian runtuh? Yang ada kepala bocor, ke Rumah Sakit, istirahat, dan batal liburan. Thanks God, sampai pulang kepala gw aman.

Sesampainya di rumah Kang Sapri, disambut oleh Ibu Sarah dan kedua anak perempuannya yang sedang makan permen lolipop. Silsilah keluarga mereka seperti ini, Ibu Sarah menikah dengan Bapak Asmi memiliki 6 orang anak. Yang pertama Sapri, sudah menikah dan punya anak, tinggal di rumah itu. Yang kedua Sarmiah, istrinya Sanip, tinggal berjarak tiga rumah dari situ. Kemudian ada Agus, Sadam, Sina, dan Sheba.

Perubahan di Baduy Dalam saat ini cukup miris, ada orang yang berjualan cemilan micin yang cukup membuat radang tenggorokan. Ketika kami datang, istri dan anak Kang Sapri sedang sakit, batuk dan demam, entah apa penyebab utamanya, tapi jajanan itu salah satunya.

Mumpung belum terlalu malam, Sina mengantar kami ke sungai untuk mandi. Gw awalnya enggan mandi di sungai, benar-benar hanya memakai sarung, mandi tanpa sabun, hanya menggosok-gosokan batu ke kulit. Bukannya takut diintip, tapi risih aja mesti pake sarung mandi berjamaah gitu. Tapi… kapan lagi men! Perempuan Baduy ada yang menggosokan kencur tumbuk ke kulitnya, jadi sore itu aroma kencur cukup terasa. Ternyata mandi di sungai asik! Hahaha, norak deh gw, baru pertama kali, berasa kaya Jacuzzi. Hari mulai gelap dan gw bergegas, ada kunang-kunang beterbangan di sekitar sungai. Gw inget pengen lihat jamur fosfor yang katanya ada di dekat sungai, belum beruntung malam itu, ga ketemu.

Tidak menemukan jamur, kami kembali ke rumah dengan bantuan headlamp. Gw pake di kepala, ya iyalah masa di tangan. Dan ternyata suatu kesalahan, ada binatang kecil seperi laron yang suka dengan cahaya, dia tertarik dengan lubang telinga. Oke, sepanjang perjalanan, binatang itu ikut di telinga kiri gw. Menyeramkan. Sampai di dalem rumahpun si binatang itu masih terbang di dalem lubang telinga. Aduh, insiden apa lagi ini. Akhirnya Kang Sapri berbaik hati membuatkan air garam untuk dimasukan ke telinga dan buru-buru dikeluarkan. Di percobaan ketiga, akhirnya air garam yang keluar dari telinga gw berasa rada anget dan ga ada lagi binatang berdengung. Asumsi gw, binatang itu udah keluar atau dia udah mati dan keluar bersama air garam. Ada sih asumsi ketiga, dia mati dan masuk ke dalam, OMG, semoga sih ga.

Malam itu, kami makan mie instan yang kami bawa, lengkap dengan nasi dan pete bakar. Gw ga doyan pete! Hari pertama bersikeras ga mau makan pete. Mending gw makan duren lagi, ya iyalah lebih enak. Dibelahin lagi durian. Perut kenyang, hati senang, waktunya tidur. Belajar dari pengalaman, lebih baik membawa sleeping bag kalau nginap di sini, karena kita cuma akan dipinjami bantal saja. Niatnya besok pagi mau mandi di sungai, tapi apa daya, niat tanpa tekad bangun pagi ya tinggal niat…

2016.

6.30 AM.

Kesiangan! Ya iyalah, matahari sudah terang, ga yakin sih gw mau mandi si sungai, kali ini alesan gw adalahnya banyak abang-abang duren berkeliaran, pengumpul durian maksudnya. Akhirnya kami memutuskan mandi di pancuran, melewati jembatan di dekat sungai tempat kami mandi sebelumnya. Pancurannya ditutup sebuah bilik, yang menurut gw biliknya ga terlalu guna, bolong men! Gw baru menyadari setelah selesai mandi atau tepatnya ketika gw sadar ada seorang cowok berdiri ga bergerak ngeliatin ke arah bilik itu. Itu bukan orang Baduy, entah tamu atau pengumpul durian, tapi buat gw dia merusak image Baduy. Pagi itu gw coba makan nasi pakai pete bakar (perdana!), karena lihat si Sadam makan dengan lahap. Dan gw ga bisa nelen… Oke, langsung kunyah mi instan buat netralisir dan akhirnya bisa. Pencuci mulut pakai durian (lagi).

Siang itu karena sudah kesiangan dan kelamaan main air di sungai, kami ga ikut ke ladang. Cuma jalan-jalan menuju ladang. Di tengah jalan sempat berhenti, melihat orang memetik durian. Dan, errr… ada sesuatu berbulu hitam putih mendarat cantik di lengan atas tangan kanan gw. Ulet bulu! Shock lihat cairan kekuningan yang dikeluarkannya, reflek langsung gw sentil dan mental. Beruntung barenga Larissa si gadis hutan haha, lengkap isi tasnya buat P3K. Langsung gw bersihin lengan pakai hand sanitizer dan dioles minyak kayu putih. Aman, ga sampe ngerasain gatel. Di tengah jalan ketemu dengan Bu Sarah yang sudah pulang dari ladang dan membawa sekarung rambutan.

Gw dan Larissa balik lagi ke rumah, ga jadi ke ladang, pulang buat makan siang. Sebelum makan siang, disediakan lagi durian sebagai snack. Makan siang kami mi instan dan nasi (lagi) ya karena apa yang kita bawa, itu yang kita makan. Yang unik adalah, mi instan dengan durian! Kebayang ga rasanya kayak apa? Haha wangi-wangi gurih. Jangan dibayangin durian mateng, duriannya masih muda, jadi teksturnya mirip nangka muda, tapi wangi tetep durian. Habis makan, kami ngantuk, karena cuaca mendung dan udara sejuk mendukung. Tidur siang. Ya ampun jauh-jauh ke sini tidur siang. Ya mau gimana lagi, hujan besar siang itu pas kami bangun. Sampai sore pun gerimis, jadi sore itu kami ga mandi.

Awalnya bengong mandangin hujan dan gerimis di teras rumah, akhirnya kami ngobrol dengan Pak Sardi tetangga sebrang rumah. Beliau sudah sering ke Jakarta, sambil ngobrol, beliau membuat Koja, tas dar kulit kayu. Koja bermodel 1 tali, sedangkan Jarog ada banyak tali, banyak orang yang mencari Jarog. Saya sendiri sebenarnya mencari gelang handam, pesanan beberapa teman. Karena sedang panen durian, jadi belum sempat membuat gelang handam kata Pak Sardi. Sempat cerita juga di Baduy Dalam wanitanya tidak ada yang mau menenun. Pak Sardi pernah membelikan alat tenun tapi akhirnya tidak dipakai. Mereka membeli kain tenun dari Baduy Luar, Rp 50.000 per helai untuk pakaian bawah mereka. Sore itu kami habiskan dengan mengobrol dan membantu Bu Sarah mengambil air di sungai. Menu makan malam kami berubah, ternyata Kang Sapri membeli ikan bandeng. Agak heran awalnya, yang gw bawa ikan asin deh, kenapa ini jadinya ga asin, ternyata beda ikan. Hahahah… Gw nyerah dengan durian malam itu, kolestrol men. Malam itu, sebelum tidur, kami habiskan mengobrol dengan keluarga di Baduy.

7 Januari 2016

5.30 AM

“Ini mbak, jamurnya” Seperti mimpi dengar suara itu, ternyata Bu Sarah sedang menunjukkan jamur Supalumar ke Larissa. Ga perlu pakai alarm, gw bisa bangun dengan mendengar kata-kata tertentu pada waktu tertentu, karena excited sih jadi bisa langsung melek. Cantik! Glow in the dark. Karena kami pulang hari itu dan mengantisipasi ketinggalan kereta, kami bergerak cepat untuk mandi ke sungai. Sampai di sungai, sarung gw ketinggalan! Bodoh… males balik lagi ke rumah, karena perlu waktu 5 menit sekali jalan dan 10 menit untuk bolak-balik, gw pinjem sarung Larissa, setelah dia selesai mandi. Ada triknya, mandi membelakangi jembatan, jadi kalau ada orang yang mondar-mandir atau sengaja berdiri di jembatan, lihat saja punggung. Gw mulai nyaman mandi di sungai pagi itu. Mencoba satu hal baru, sikat gigi dengan batu apung yang digerus. Entah ngaruh atau ga, gw coba aja. Haha…

7.30 AM

Setelah selesai sarapan, kami bergegas untuk menuju ke Jembatan Akar. Pak Asmi dan Sadam yang mengantar kami, karena anak Kang Sapri masih belum sembuh. Kami meninggalkan uang Rp 500.000 ke Bu Sarah untuk biaya menginap dua orang selama dua malam. Mereka tidak memberi patokan, kami cukup tau diri, apalagi gw makan duren terus. Untuk guide yang merangkap porter kami berikan Rp 50.000 per orang.

Pak Asmi yang bawa tas gw, masih belum yakin dengan tulang punggung dan ekor, daripada kenapa-kenapa. Katanya sih perjalanan ke Jembatan Akar 1.5 jam, tapi dengan kami jadi 2.5 jam haha.. Medannya lebih menantang dibanding jalur waktu datang. Pak Asmi sempat memungut sebuah durian dan gw makan durian lagi. Tanjakan dan turunan dengan pemandangan pohon durian. Sampai saya menyadari ada pohon singkong, kami sudah berada di Baduy Luar. Info dari kang Sanip, tidak boleh menanam singkong di Baduy Dalam karena musuhnya dewi sri (padi). Di Baduy Dalam juga tidak ada pohon kopi, cengkeh, dan pepaya.

Pukul 10.00 kami sampai di Jembatan Akar. Wow sungainya deras! Jembatan ini melintasi Sungai Cisimeut. Gw duduk di pinggi jembatan, asli serem sih buat gw karena denger suara arus sungai di bawah. Ga berani gerak, persis kayak waktu duduk di pinggir kawah Merapi.

Setengah jam kami istirahat sambil foto-foto kemudian melanjutkan perjalanan sampai Cijago. Dari situ kami naik ojek ke Ciboleger dengan ongkos Rp 40.000. Cuma 15 menit tapi tanjakannya wow, bebatuan. Merem aja deh ya gw, jadi kalau amit-amit jatuh ya udah di bawah. Berpisah dengan Pak Asmi dan Sadam di Cijago dan ternyata ketemu mereka lagi di Ciboleger 1 jam kemudian ketika kami mau berangkat ke Rangkas. Sebelum pulang, karena mampir di rumah Kang Emen, dikasih durian lagi. Oke, durian terakhir kami di Baduy. Sampe sekarang gw ga berani cek kolestrol, anggaplah masih baik-baik saja. Hahaha.. Dari Ciboleger, kami naik elf ke Rangkas, pas banget kereta dari Rangkas ke Tanah Abang berangkat 14.45 dan kami sampai di Stasiun 14.30. Thanks God, trip Baduy berjalan lancar, less drama, hanya ada kebodohan-kebodohan gw.