Dieng, Si Negeri di Atas Awan
Ada beberapa lokasi di Indonesia yang mendapat sebutan Negeri di Atas Awan. Karena lokasinya di dataran tinggi dan pada satu titik di kawasan itu posisi kita lebih tinggi dari awan. Salah satunya Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo, Jawa Tengah. Dari Ciletuh kita ke Dieng.
Salah satu tempat yang rasanya didatangi berkali-kali tetap menyenangkan. 5 kali liburan ke Dieng dan 3 nanjak ke Gunung Prau. Kenapa sampai berkali-kali? Karena penasaran. Hahaha.. Belum lihat sunrise dan pemandangan yang mau gue lihat langsung. Setidaknya ada 6 tempat di Dieng yang gue rekomendasikan untuk didatangi setelah covid selesai.
Wisata Dieng
1. Bukit Sikunir
Sebenarnya bisa dibilang effortless dalam kondisi cuaca normal untuk sampai di Bukit Sikunir. Tapi kalau hujan, PR sih, lengket banget, jangankan nanjak, buat angkat kaki aja susah. Cuma treking sekitar 30 menit dari tempat parkir di sekitar Telaga Cebong. Ga perlu bawa perlengkapan khusus tapi ga disarankan pakai sandal jepit. Dari bukit ini bisa kelihatan jelas matahari muncul perlahan di antara Gunung Sumbing, Sindoro, Merbabu, dan Merapi.
2. Desa Sembungan
Apa istimewanya? Ini desa tertinggi di Pulau Jawa dan pada musim kemarau suhunya bisa dibawah nol derajat, jadi embunnya beku. Banyak homestay di Sembungan, kalau berencana lihat sunrise di Sikunir, lebih baik menginap di sini. Harga bervariasi dan rata-rata homestay di sini dilengkapi air hangat untuk mandi.
3. Gunung Prau
Nah ini destinasi yang saat weekend beberapa tahun terakhir itu selalu ramai. Gunung yang bagusnya itu di camp area bukan di puncaknya, menurut gue. Ketika cerah bisa kelihatan jelas 3 gunung lainnya, Sindoro, Sumbing dan Slamet. Di puncaknya ga ada pemandangannya yang wow, ada sebuah pohon dengan tulisan 2565 MDPL. Ada 4 jalur pendakian dan gue baru coba 2 jalur, Dieng Wetan dan Patak Banteng.
Pertama kali ke Prau waktu tahun baru 2014, 3 hari 2 malam di Dieng, seperti di itinerary. Setelah hari pertama camp di Bukit Sikunir semaleman hujan badai ternyata berlanjut sampai Prau. Jalur pendakian waktu itu naik dan turun lewat Dieng Wetan, sekitar 4 jam sekali jalan, cenderung landai. Ga lihat pemandangan karena sepanjang jalan hujan dan berkabut.
Kedua kali ke Prau tahun 2015 naik dan turun lewat jalur Patak Banteng, 2 jam saja sekali jalan, lumayan curam. Gerimis dari malam sampai pagi. Ga lihat pemandangan dan kamera mirrorless + tiket kereta pulang 3 orang + ATM + uang cash gue hilang di tenda. Pagi itu gue ke puncak Prau, karena gerimis jadinya tas kamera ditinggal di tenda. Pelajaran banget, jangan ninggalin barang berharga di tenda.
Ketiga kalinya ke Prau tahun 2017 naik lewat jalur Dieng Wetan dan turun lewat Patak Banteng. H-1 pendakian hujan dan selama pendakian gerimis, harap-harap cemas. Pas banget selalu hujan setiap kali gue ke Dieng. Ga nenda, berangkat jam 1 pagi dari penginapan. Sekitar jam 5 pagi mulai berhenti gerimisnya, berdoa aja dalam hati dan nyerah kalau ternyata tetap mendung. Ternyata cerah sekitar jam 6. Cakep banget pemandangan di camp area, 3 gunung gagah di depan mata, mission accomplished!
4. Batu Pandang Ratapan Angin
Ga pake perjuangan buat sampai di tempat indah ini. Cuma jalan beberapa ratus meter dari tempat parkir dengan medan yang sangat manusiawi. Begitu sampai sini, indah banget! Telaga Warna dan Telaga Pengilon jadi latar belakang si Batu Ratapan ini. Karena pemandangan di sini bagus banget (pas cerah) jadinya ada beberapa spot yang harus bayar lagi kalau mau foto. Gue lebih milih yang gratis tanpa properti tulisan, jembatan atau lainnya.
Dari Batu Ratapan kelihatan kan telaga yang sebelah kiri, itu adalah Telaga Warna, yang katanya warnanya bisa berubah-ubah. Tapi beberapa kali gue ke Dieng warnanya selalu hijau. Dan pemandangannya lebih enak dilihat dari Batu Ratapan daripada tepi telaganya.
5. Kawah Sikidang
Ini kayak spot wajib untuk orang yang pertama ke Dieng. Mirip Papandayan versi lebih kecil. Begitu sampai parkiran, bau belerang menyengat. Tahun 2013 masih “kosong” belum ada tulisan-tulisan atau spot-spot foto. Tahun 2017 sudah banyak spot foto berbayar, mulai dari foto dengan burung hantu, naik jeep, dan lainnya. Paling enak sih di sini jajan kentang goreng yang baru matang.
6. Candi Arjuna
Kalau di Sikunir bisa lihat golden sunrise, di Candi Arjuna ini bisa lihat silver sunrise-nya Dieng. Tapi sayangnya gue belum lihat, hujan pas ke sana. Ga ada guide, jadi googling untuk dapat informasinya. Ada 5 candi di sini dan ga ada arca di dalam candinya, sebagian hilang, sebagian disimpan di Museum Kaliasa. Kebetulan pas gue ke sana ada pertunjukan tari dan kalau beruntung bisa ketemu dengan anak gimbal.
Anak Gimbal
Anak gimbal tidak selalu terlahir gimbal, bisa saja gimbal muncul saat balita. Biasanya saat Dieng Culture Festival akan ada ritual pemotongan rambut anak gimbal. Keunikannya, untuk pemotongan rambut harus atas permintaan si anak, tidak bisa ditentukan oleh orang tuanya. Jika permintaan si anak tidak sesuai, maka setelah dipotong rambutnya maka akan muncul kembali rambut gimbalnya.
Rute Menuju Dieng
Ketika gue dari Semarang, lewat Parakan menuju Dieng, pemandangannya cakep banget, kiri dan kanan itu Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Kalau dari Jakarta, gue naik kereta ke Stasiun Purwokerto kemudian lanjut naik bus menuju Wonosobo. Lumayan bisa kulineran Sroto Sokaraja dan Mendoan dulu di jalan.
Pernah juga dari Jogja, jadi langsung naik bus ke terminal Wonosobo, kemudian naik angkot menuju Dieng.
Untuk itinerary 3 hari 2 malam di Dieng bisa dilihat di sini. Sedangkan untuk pengeluaran tidak ditulis karena living cost liburan setiap orang berbeda walaupun rutenya sama. Tergantung menginap dimana, apa yang dimakan, dan belanja apa saja 🙂