Gunung Pangrango Tektok atau Camping?
TN. Gunung Gede Pangrango
Gunung Pangrango merupakan salah satu gunung di Jawa Barat yang jadi bucketlist gue dari zaman masih gendong carrier dan camping – sekarang lebih milih tektok dan bawa daypack atau running vest untuk beberapa gunung. Sudah beberapa kali ke Gunung Gede, dari tektok sampai camping, jalur Putri dan lintas ke Cibodas, tapi belum ke Pangrango. Penasaran sama puncaknya yang katanya tugu dan hutan. Dari Gede bisa lihat Gunung Pangrango, dan sebaliknya dari Pangrango bisa lihat Gunung Gede.
Gunung Pangrango via Cibodas
Dengan sebagian rombongan Gunung Gede Juli kemarin, kami memutuskan tektok ke Gunung Pangrango via Cibodas. Kenapa ga camping? Selama bisa tektok kenapa camping? Supaya ga ribet bawa peralatan tidur dan logistik. Tapi balik lagi ke preferensi masing-masing orang. Pilih jalur Cibodas karena lebih dekat untuk ke Puncak Pangrango, ini jalur yang sama untuk wisata ke Curug Cibereum atau jalur pendakian Gunung Gede via Cibodas.
Transportasi dan Guide
Ga pakai ribet, ga banyak tanya ini itu, dan ga lama mikir, terkumpul 7 orang, cewek semua. Karena ga mau ribet dan mau cukup istirahat, kami sewa mobil di Transport Pendaki (Grand Max Rp1.700.000 kapasitas 7 orang) dan simaksi diurus Basecamp Lentera (tektok Rp89.000/orang). Rombongan kali ini lebih dari 4 orang dan ada yang belum pernah ke gunung 3000an, jadi gue memutuskan untuk pakai 2 guide, leader and sweeper, supaya aman. Rekomen banget 2 guide ini, Acal dan Sihab dari Berama Outdoor, 2 trail runner yang jago foto video. Acal jadi guide kami waktu tektok Gede di Juli 2024.
Basecamp Cibodas
Dari Jakarta jam 2 pagi dan sampai di Cibodas sekitar jam 4.30. FYI, di pintu masuk Cibodas diminta bayar lagi untuk retribusi tempat rekreasi Rp12.000/orang dan mobil Rp5.000. Sampai basecamp sarapan, bungkus makan siang, dan packing barang yang perlu dibawa. 5.30 siap berangkat, sudah cukup terang, dan jalur pendakian belum ramai. Rencana awal sampai di puncak jam 1 siang dan maksimal turun jam 2 siang, supaya maksimal jam 7 malam sudah sampai basecamp – rencananya. Dan sudah disiapkan plan B buat yang ga ke puncak bisa nunggu di Kandang Badak atau air terjun.
Telaga Biru Cibodas
Jalur pendakian awal sampai Telaga Biru berupa tangga batu cenderung landai karena masih jalur wisata. Dari awal pendakian, rombongan sudah terbagi 3, cepat, sedang, dan lambat, tapi aman karena pakai 2 guide. Gue tim santai di kecepatan sedang jadi jalan di tengah dan sampai di Telaga Biru 6.20. Supaya ga kesiangan sampai puncak, di sini berhenti hanya 5 menitan. Ada berang-berang berenang di telaga, beberapa kali lewat sini, baru kali ini lihat berang-berang.
Jembatan Rawa Gayonggong
Lanjut jalan 5 menitan sampai di jembatan favorit jalur Cibodas, Jembatan Rawa Gayonggong. Di sini bagus banget, pemandangannya Gunung Pangrango, salah satu spot foto terbaik. Harus hati-hati jalan di jembatan ini, banyak lubang. Lanjut jalan, 5 menit kemudian sampai di pertigaan Curug Cibereum, ada warung, tapi ga mampir karena ngejar waktu.
Belok kiri dan lanjut jalan ke atas melewati pos Rawa Denok 1 dan 2, Batu Kukus 1 2 3, dan akhirnya sampai di Air Panas. Jalan nanjak ga selandai jalur awal, 1 jam 45 menit dari pertigaan curug. Ada beberapa warung dan WC persis sebelum Air Panas.
Air Panas
Alasan lain mau lewat jalur Cibodas karena ada air panas. Yang menarik di sini air panasnya ngalir dari tebing ke jurang dan kita jalan persis di bawah tebingnya, seru dan menantang banget kan, apalagi kalau gelap hahah! Tenang, ada tali pembatas dan sejauh ini -beberapa kali lewat sini- aman. Tantangannya itu uap air panas lumayan tebal, jadi jarak pandang sangat pendek, dan harus pilih batu mana yang diinjak. Beruntung kalau ada angin, jadi bisa lihat jalur dan pemandangan dengan jelas.
Persis setelah Air Panas 1 ada Air Panas 2, lebih “aman” karena lokasinya agak ke dalam, ada pos, dan ada tempat yang cukup luas untuk istirahat. Terakhir gue ke jalur Cibodas di 2022 cuma sampai sini karena kesiangan dan kurang persiapan fisik, makan siang di pos, langsung turun ke Curug Cibereum. Karena kali ini tujuannya puncak, jadi ga istirahat lama. Di jalur berikutnya ada 2 air terjun, salah satunya Panca Weuleuh, numpang lewat aja karena target “meeting point” rombongan di Kandang Badak.
Kandang Badak
Sepanjang jalan snacking, tapi perlu nasi sebelum jalan ke puncak, jam setengah 10an sudah lapar. Makan nasi jadi motivasi gue buat cepat sampai di Kandang Badak, akhirnya sampai di 10.15. Di sini adalah camp area, ada beberapa warung dan WC (ini WC terakhir di jalur pendakian dan bayar sukarela). Di sini jual Aqua 600 ml Rp15.000, Le Mineral 1.5 liter Rp35.000, gorengan 2 Rp5.000, dan banyak jajanan lainnya. Gue beli Aqua 2 botol untuk PP ke puncak. Makan nasi 4 suap, sedikit tempe orek, gorengan 2, dan telur rebus 1. Cukup untuk tenaga buat ke puncak karena masih ada snack juga. Kebutuhan dan kondisi fisik tiap orang beda, jadi sesuaikan asupan dengan kebutuhan kalian. Snack yang gue bawa dan makan sepanjang jalur itu: Soyjoy, Fitbar, granola bar, kismis, kurma, dan kacang panggang.
Jalur ke Puncak Pangrango
10.39 sampai di persimpangan Gunung Gede Pangrango, kiri Gede, kanan Pangrango. Untung udah makan, jalur pendakian dari Kandang Badak ke puncak itu WOW BANGET! Didominasi dengan hutan, banyak pohon tumbang, jadi jalan harus konsentrasi atas bawah supaya ga kesandung akar atau kepentok batang pohon, untungnya cerah. Pijakannya variatif, batu, tanah, dan akar. Beberapa tanjakan kayak ga masuk akal buat dilewati, tapi ternyata bisa. Yang gue suka di jalur ini adem dan vegetasi hutannya, ga cuma lumut, tapi ada anggrek hutan dan beberapa tanaman yang batangnya cantik banget.
Rombongan sudah kepisah jauh, 2 orang di depan bareng 1 guide, gue dan 3 orang lain tanpa guide di tengah, dan 1 orang di belakang dengan 1 guide. Jalur ke puncak bukan jalur tunggal, jadi beberapa kali bingung pilih jalur. Kami berpatokan dengan tali di ranting atau sampah yang dibuang di jalur. Selama masih ada tali dan sampah, berarti di jalur yang benar. Dengan modal cek di altitude di jam dan puncak Gunung Gede yang terlihat jelas, pelan tapi pasti akhirnya ketemu area datar yang mulai rimbun, yang artinya sudah dekat dengan puncak.
13.25 gue sampai di puncak Pangrango, senang banget! Akhirnya sampai di puncak gunung yang – gue pengen ke sini dari 10 tahun lalu – tapi ribet cari barengan. Ga ada warung dan ga ada kawah, adanya tugu dengan hutan di belakangnya. Di sini ketemu rombongan pertama yang sampai lebih awal sekitar jam 1 siang.
Mandalawangi dan Edelweiss
Bucketlist puncak Pangrango checked, selanjutnya pengen tiduran dan makan siang dengan pemandangan edelweiss di Mandalawangi. Jalan sekitar 5 menit ke Mandalawangi lewat hutan yang ada beberapa jalur (lagi). Wihhh lebih happy lagi, sepi dan bersih! Hampir ga ada sampah, ga ada warung, dan cuma ada beberapa orang. Langit biru, hamparan edelweiss, dan awan yang bergerak. Aduh, bagus banget, mendadak lupa jalur nanjak tadi. Tempat makan siang yang sempurna haha. Di sini bisa nenda dan di ujung Mandalawangi ada mata air.
Perjalanan Turun
Karena cuaca cerah dan Mandalawangi cantik banget, meleset dari rencana awal turun, keasikan foto dan video. Rencana awal 14.00 sudah turun, jadi jam 15.00, tapi akhirnya baru turun sekitar 15.30. Estimasi waktu turun adalah setengah dari waktu naik. Tadi naik sekitar 8 jam, berarti waktu turun sekitar 4 jam. Kalau mulai turun di 15.30, estimasi sampai di basecamp di 19.30. Manusia berencana, tapi alam yang menentukan :))
Dari puncak ke Kandang Badak kepisah 2 rombongan, tapi dari Kandang Badak ke bawah, kami sepakat jalan dalam 1 rombongan karena sudah gelap. Meleset hampir 5 jam dari rencana awal karena ada yang kakinya lemas dan lanjut keram. Beberapa kali berhenti dan istirahat, berusaha tenang dan cari solusi. Untungnya masih ada 1 energy gel, Pocari bubuk, dan nasi sisa siang. Crampfix juga jadi penyelamat untuk kaki keram. Dengan dibantu 2 guide dan beberapa orang yang gantian memapah, semua sampai basecamp tengah malam tanpa cidera, sangat berterima kasih ke Acal dan Sihab.
Ini bukan cuma ujian fisik jalan 23KM selama 18 jam, tapi ujian mental banget haha. Bersyukur rombongan kali ini isinya orang-orang yang sat set ambil keputusan dan mentalnya oke. Baru kali ini gue trekking bertujuh cewek semua, dalam 1 hari hampir 30k langkah, dan ngebakar sekitar 4.200 kalori (kalau dari Garmin). Snack dan minum yang dibawa habis pas ga bersisa, total air sekitar 3.5 liter.
Tips Pendakian Pangrango
Gue bukan pendaki profesional atau orang yang tiap minggu ke gunung, tapi melihat ada pola yang serupa di semua pendakian dari sekian tahun lalu sampai sekarang. Dari pengalaman ini, gue mau berbagi tips untuk pendakian tektok Pangrango. Disclaimer: silakan disesuaikan dengan kondisi kalian.
- Perlengkapan wajib: sepatu (sangat disarankan pakai sepatu untuk hiking atau trail), jaket, jas hujan, emergency blanket, headlamp, dan trekking pole kalau butuh
- Persiapan fisik: karena ini gunung 3.019 MDPL dan jalurnya lumayan menantang, jadi harus latihan fisik minimal banget 1 bulan sebelumnya dan rutin (kecuali emang turun naik gunung setiap minggu). Latihan kardio dan strength training terutama untuk kaki (paha, betis, pantat)
- Makan dan snacking itu wajib: makan yang ada karbo dan proteinnya, jangan cuma gula doang
- Obat pribadi: karena jalan jauh, kemungkinan besar sakit di kaki, jadi bisa bawa spray, Crampfix, saltstick, atau elektrolit lainnya
- Listen to your body and also your gut. Tahu dan bisa mengukur kemampuan badan sendiri, kurang tidur atau ga, butuh makan seberapa banyak, perlu istirahat lebih atau ga, yakin atau ga dengan kondisi fisik
- Safety first! Puncak bukan tujuan utama, tapi pulang ke rumah dengan selamat tujuan utamanya. Ini gunung, alam bebas yang bisa terjadi apa saja dan akses bantuan terbatas. Jadi bisa dipikirkan di awal: perlu guide atau ga, bawa kendaraan sendiri atau sewa, lebih cocok tektok atau camping
Semoga menikmati tulisan ini dan bisa membantu!