Leke-Leke yang Cantik tapi Zonk
Dari pantai di selatan gue pindah ke utara, persawahan dan air terjun sebelum akhirnya muncak ke Batur. Dalam satu hari, gue berkunjung ke dua air terjun, pertama gue ke Leke-Leke di Tabanan dan kedua ke Sumampan di Gianyar. Kenapa pilih dua air terjun itu? Karena ga terlalu banyak hasil pencarian dan belum banyak review-nya. Cuma ya… pernah gak sih pergi ke suatu tempat ok dari pemandangannya dan fasilitasnya, tapi bad experience karena hal kecil. Ya itu, gue ngerasa zonk di air terjun Leke-leke ini.
Air terjun Leke-Leke bagus, aksesnya mudah, dan ga sulit untuk sampai di sana, tinggal ikuti Google Map pasti sampai. Untuk menuju pintu masuk Leke-Leke, rutenya melewati pemukiman penduduk, bukan jalan besar, tapi sudah bagus jalannya, dan ada penunjuk arah ketika hampir sampai di Leke-Leke. Ada tempat parkir ga terlalu luas, namun cukup untuk sekitar 5 mobil. Persis di depannya ada loket, tiket masuk seharga Rp 25.000. Dari situ tinggal ikuti jalur setapak untuk menuju Leke-Leke. Sudah tertata rapi, ada restoran, toilet bersih, dan jalur yang jelas, mulai dari taman sampai kebun. Trus ada sebuah warung di tengah jalur, jual minuman dan buah.
Pemilik warung ini cukup ramah, nunjukin jalan ke Leke-Leke (walaupun sudah ada petunjuk), dan minjamin tongkat kayu. Sebenarnya ga butuh tongkat kayu untuk turun dan naik karena jalurnya sudah rapih, tapi demi kesopanan gue terima pinjaman tongkatnya. Pas jalan turun, gue bilang ke Bli Cipta “bagus ni soft selling, ga maksa kayak kemarin di Green Bowl“…..
Jalur menurun, lewati jembatan, kebun yang didominasi pohon bambu, keladi, dan pakis. Ikuti saja jalurnya dan nanti sampai di air terjun. Dari loket ke air terjun sekitar 20 menit, masih oke dengan sandal jepit dalam kondisi cuaca normal. Pas gue sampai cuma ada 3 orang di sana.
Cantik air terjunnya, dikelilingi tanaman hijau dengan kolam di bagian bawah. Gue jalan ke dekat kolam, duduk di batu persis pinggir kolam. Pas noleh ke kiri, hm sepertinya itu sebuah goa, gelap, dan gue langsung buru-buru naik ke atas. Setelah liat goa rasanya ga enak hahaha.. atau emang gue yang penakut. Yang jelas di sini gue ga berminat untuk berenang, tipe air terjun yang buat gue enak dilihat aja bukan buat main air.
Setengah jam aja di situ, ambil footage buat video dan beberapa foto, gue langsung balik ke atas. Lewat jalur yang sama dengan jalur turun dan mau balikin tongkat kayu ke pemilik warung. Niatnya gue akan beli minum, air mineral aja terus langsung cabut ke air terjun berikutnya. Nah ini belum sampai warung, si bapak sudah manggil-manggil dan bukain kelapa tua (karena air ga manis dan dagingnya keras) tanpa tanya mau minum apa. Setelah kelapa dibuka, si bapak langsung ga berhenti ngomong, mulai dari nawarin foto selfie sama anak burung hantu yang dia piara (ambil dari hutan). Mulai dari pertanyaan standar “dari mana?” dilanjut dengan komentar tentang hidup gue (kok mirip mamak-mamak di Green Bowl?) dan ga terus ngoceh.
Karena lelah dengerin komentar dan emang ngejar waktu ke Sumampan, gue tanya “Berapa pak kelapa dan air mineral?” Seharusnya ini gue tanya di awal jadi bisa nolak “Rp 45.000, tapi karena mbak dari Jakarta Rp 50.000 ya”. Gue sodorin uang Rp 50.000 dan minta kembalian Rp 5.000. Bukan masalah uang Rp 5.000 tapi cara jualannya yang menyebalkan. Ga masalah kalau dia pasang tarif di awal untuk sewa tongkat atau harga kelapa yang lebih mahal, tapi ga kayak gitu juga sih. Ga lama, rombongan 3 orang yang gue ketemu di bawah lewat, si bapak agak maksa nawarin minuman dan buah sampe salah satu anak itu bilang “Ga pak, makasih, saya masih sekolah pak”. Gue speechless. Zonk banget! Tempat sebagus ini tapi jadi bad experience karena cara jualan yang maksa, masih relate dengan marketing mix in tourism di aspek people.
Kalau ditanya gue mau balik sini lagi ga? No, thanks. Buat kalian yang penasaran dengan air terjun ini, worth to visit kalau lagi di daerah Tabanan. Tipsnya: tolak halus dari awal kalau emang ga mau senasib dengan gue haha… Ga jauh dari Leke-Leke ada Air Terjun Selosa, tapi gue ga mampir.