Makan Siang ala Ratenggaro Sumba
Florentina Woro
Kesan pertama setelah kembali ke Ratenggaro untuk ketiga kalinya adalah bersih! Dan di bulan Februari ini rumput di sana hijau, ada kesan berbeda dari 2 kunjungan sebelumnya ketika musim kemarau. Saat ini cukup terkoordinir dengan adanya retribusi parkir seharga Rp 10.000/mobil. Selain itu juga warga berjualan sovenir dan kain di depan rumah masing-masing.
Pinang dan Sirih
Siang itu kami dijamu makan siang sebagai tamu di Ratenggaro oleh Pak Adi. Disambut dengan budaya Sumba, kami dihidangkan pinang, sirih, dan kapur. Sebagai tamu yang baik, sebaiknya menghargai budaya tuan rumah dengan memakan hidangan itu. Gue sudah beberapa kali mencoba pinang sirih ini, kalau ditanya gimana rasanya, sepat dan kesat! Hahaha tapi jika dicampur dalam komposisi yang pas akan nikmat. Salah satu teman gue sangat menikmati hidangan pinang sirih dengan kapur tersebut. Hidangan berikutnya adalah teh dan kopi Sumba. Setelah itu hidangan jagung rebus sebagai menu pembuka. Kami menikmati jamuan khas Sumba sambil mendengar cerita tentang kepercayaan Marapu dan Pasola.
Penginapan di Ratenggaro
Setelah menu pembuka, kami berkeliling kampung. Kalau kalian berminat menginap di kampung adat, Ratenggaro bisa menjadi alternatif untuk mendapatkan pengalaman baru. Dengan harga sebesar Rp 150.000/malam, kalian bisa menginap di sana dan sudah termasuk makan. Untuk mandi bagaimana? Warga biasanya mandi di muara sungai. Sudah ada WC untuk tamu, namun air bersih masih terbatas di sini.
Kerajinan Tangan
Menyenangkan kembali ke Ratenggaro yang sudah jauh lebih rapih. Sayangnya, masih ada beberapa remaja yang meminta uang. Yang harus diingat, kalau ada yang meminta uang ketika kalian berkunjung ke Ratenggaro, jangan memberi uang. Itu akan membentuk mental “meminta uang pada tamu”. Kalau memang mau memberi uang, belilah kain atau kalung atau hasil kerajinan tangan mereka. Selain itu, kamu bisa juga mendonasikan uang ke kampung adat, dengan mengisi buku tamu yang disediakan di rumah induk. Untuk mengabadikan gaya lokal Sumba, di rumah induk tersebut terdapat penyewaan kain tenun dan kuda untuk memenuhi kebutuhan wisatawan untuk berfoto.
Ayam Khas Kodi
Setelah puas berkeliling, kami kembali ke rumah induk di Ratenggaro, rumah keluarga Pak Adi dan menikmati makan siang dengan jamuan khas Ratenggaro. Ayam bumbu Kodi, Kodi adalah nama kecamatan dimana Kampung Ratenggaro berada. Tidak ada bumbu khusus di ayam ini, menariknya malah ayam kampung ini hanya diberi garam kemudian dibakar. Disajikan dengan kuah santan yang hanya diberi garam. Lengkap dengan nasi jagung dan sambal khas Sumba yang terbuat dari tomat, irisan cabe rawit, dan kemangi. Rasanya? Gurih! Kalau ga percaya, kalian bisa mencobanya ketika di Sumba.
Referensi liburan di Sumba
Jika kalian berminat ke Sumba dan membutuhkan itinerary maupun referensi Sumba lainnya, berikut link artikelnya.