
Puncak Rinjani Kedua Kalinya
Cita-cita waktu turun dari Rinjani di 2013 adalah balik ke Rinjani pakai porter biar ada yang masakin, bawain tenda, dan bisa menikmati pemandangan indah sepanjang perjalanan. Selain itu, mau camping di dekat danau, berendam air panas, dan turun lewat jalur Torean yang katanya indah banget. Rinjani, si gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia emang indah banget! Satu-satunya gunung yang gue muncak dua kali. Medan dari Pelawangan Sembalun ke puncak itu wow banget, tapi nagih.
Rinjani 2013 vs Rinjani 2022
Oke, singkat cerita tentang pendakian Rinjani 2013 itu 4 hari 3 malam, 9 orang. Tanpa porter karena idealisme naik gunung dengan bawa carrier sendiri itu keren dan pembuktian diri sendiri kuat (pemikiran gue waktu itu). Turun dan naik dari Sembalun, ga sempat ke danau. Abis muncak terlalu capek karena kurang tidur, bawa carrier sendiri (sekitar 15kg), dan rombongan kepisah. Belajar dari pengalaman tahun 2013, kali ini gue pake porter, ojek (baru ada di 2016), dan private trip. Pertimbangan lainnya ketika memakai porter, bisa bawa baju ganti dan perlengkapan tidur yang cukup. Menghemat waktu dan tenaga. Kalau dulu idealis, sekarang realistis 🙂


Persiapan Rinjani 2022
Setelah benchmark dan minta rekomendasi beberapa orang, memutuskan pakai private trip Tiga Dewa Adventure. Total biaya sekitar Rp 3.600.000 per orang, termasuk makan, porter logistik, porter barang merangkap guide, dan ojek. Kali ini berempat, cewek semua. Untuk tes fisik, pemanasan ke Gede jalur Cibodas sampai air panas. Penting banget ini, sekalian cek fisik, cek kesiapan peralatan juga. Nyaman ga sepatu yang dipakai, senyaman apa bisa tidur di basecamp/tenda, daypack mesti diisi apa aja. Pendakian kali ini tetap di 4 hari 3 malam dengan tema “pendakian sehat dan ceria”.

Sehari sebelum pendakian, kami menginap di Nusantara Sembalun dengan pertimbangan, perlu istirahat cukup dan berkualitas. Lokasinya dekat dengan pos ojek. Pas bangun tidur, pemandangannya Rinjani depan kamar dengan bunga hydrangea. Cerah dan kelihatan puncak Rinjani, excited!! Perjalanan dari airport ke Sembalun kalau ga kemaleman bisa mampir di Bukit Selong, sayangnya pesawat delay jadi keburu gelap. Sepanjang perjalanan banyak yang jual Bantal, makanan khas Lombok Tengah yang terbuat dari ketan dan isinya pisang, untungnya masih sempat cobain ini.
Hari Pertama: Nusantara Sembalun – Pelawangan Sembalun
Dijemput di penginapan jam 8 pagi dan re-packing baju ganti di tas porter yang merangkap guide. “Trus lu bawa apa Ren?” Gue bawa daypack 14 liter yang isinya air 3 liter di water bladder, snack 3 pcs (bawa Fitbar dan Soyjoy), obat-obatan pribadi, dan nasi bungkus buat makan siang. Ini cita-cita dari 2013, naik gunung bawa daypack aja.

Dari penginapan menuju ke pangkalan ojek sekitar 10 menit. Di sini bungkus makan siang, buat di pendakian. Naik ojek tahap pertama sampai ke Kandang Sapi, medannya pemukiman penduduk. Dari Kandang Sapi, sambung ojek lagi sampai di dekat Pos 2. Pemandangannya cakep banget dan medannya wow banget. Papasan sama sapi di jalur sempit berbatu, belokan, tanjakan tajam, turunan, dan untungnya tiba dengan selamat, hahaha! Pilih naik ojek karena berhemat waktu 3 jam kalau jalan kaki, sekalian membantu perekonomian lokal. Di pos 2 ini ada warung dan juga wc, Rp 5.000/orang. Ini wc terakhir di jalur pendakian, jadi manfaatkan dulu. Sekitar 9.30 WITA pendakian dimulai.

Di setiap pos ada warung yang jual gorengan, minuman, dan makanan ringan. Dulu di Pos 3 belum ada warung,sekarang sudah ada, pemandangan dari sini kayak flashback 2013 nenda di sebelah shelter di tepi sungai kering karena kesorean dan ga ngejar ke Pelawangan. Di Pelawangan Sembalun juga ada warung, makin ke atas harganya juga makin mahal, sebanding dengan perjalanannya, nanjak. Sebungkus Oreo Rp 30.000 dari harga normal Rp 8.000.
Hampir setiap 30 menit istirahat 5-10 menit, minum, kadang makan snack, dan atur nafas. Dari pos 2 sampai 4 itu pemandangannya perbukitan, nanjak terus. Sekitar 11.30 WITA sampai di Pos 4, Cemara Siu, dan makan siang di sini. Gue beli gorengan di sini buat tambahan lauk, Rp 10.000 dapat 3. Makan gorengan di gunung itu berasa nikmat banget. Makan siang dan istirahat sekitar 1 jam. Siang itu ga terlalu terik, cenderung adem dan berkabut.

Perut sudah kenyang, waktunya melewati 7 bukit yang dikenal dengan Bukit Penyesalan, silakan didefinisikan sendiri artinya. Nanjak, datar, turun, nanjak, turun, dan begitu seterusnya. Sekitar jam 3 akhirnya sampai di Pelawangan Sembalun! Bahagia itu sampe Pelawangan masih terang, tenda sudah siap, ada kursi dan meja, dan lebih bahagia pas tau ada tenda WC (untuk buang air kecil aja). Tenda kami sangat eye catching, lengkap dengan lampu dan bendera, 4 cewek dengan daypack, 2 porter merangkap guide, dan 2 porter logistik. Ini jadi pengalaman pertama naik gunung mevvah. Makan malam lebih awal jam 5 sore supaya jam 7 sudah bisa tidur. Yes, tidur. Karena besok bangun jam 1 pagi buat muncak.

Malam itu super dingin, 3 lapis baju masih berasa dingin, heat tech, jaket polar, wind breaker. Akhirnya nambah emergency blanket. Ga bisa tidur tenang karena jarak ke tenda sebelah itu dekat banget, mau ga mau dengar obrolan mereka tentang “muncak 14 jam. Ngapain aja ya 14 jam? Naiknya dari mana? Dan pertanyaan-pertanyaan lain di kepala gue ga kejawab sampai akhirnya gue tidur.

Persiapan ke Puncak Rinjani
Kebangun tanpa alarm di 00.46 WITA karena kedinginan, siap-siap untuk muncak. Sarapan (atau lebih cocok supper) sudah tersedia, burger dan teh hangat. Tbh, pakai porter sangat menghemat waktu dan tenaga. Bangun tidur sudah ada makanan, turun dari puncak sudah ada makanan, ga perlu pasang dan bongkar tenda. Head lamp, gaiter, jaket wind breaker wajib dipakai, akan lebih membantu kalau ada trekking pole. Pakai buff atau apapun untuk nutupin mulu karena medannya berpasir dan berangin, jadi mencegah kemasukan pasir.

Nyawa rasanya belum kumpul 100%, tapi kalau ditunda dan sudah terang sebelum sampai di puncak dan masih jauh itu bakal males karena lihat medannya. Rencana awal gue ga muncak lagi, mau leyeh-leyeh aja di tenda, tapi kok sayang ya, cuaca cerah, berusaha ga mau inget medan pasir dan kemiringannya. Jadi hari itu sekitar 1.40 WITA kami berangkat dari Pelawangan menuju puncak. Medan awal tanah dan akar, dilanjut dengan medan pasir yang setiap kali nanjak langsung merosot, begini terus sampai crater rim, “pertigaan” sebelum punggungan.

Begitu sampai di punggungan, kemiringan semakin curam, kiri lereng, kanan tebing ke danau. Konsentrasi dan makin sering berhenti karena lelah. Tanah berbatu, dilanjut pasir berbatu, sampai tebing “E”. Tiga belokan terakhir yang seperti huruf E, medannya batu merah, kemudian pasir hitam, sampai mendekati puncak batu putih. Indikator mendekati puncak, vegetasi makin jarang. Waktu matahari terbit kami masih di tanjakan dan sampai di puncak sekitar 7.00 WITA, jadi total sekitar 5.5 jam perjalanan dari Pelawangan Sembalun ke puncak Rinjani. Thanks God, cuaca cerah! Dari jauh kelihatan Gunung Agung dan Gunung Batur.

Perjalanan Turun ke Pelawangan Sembalun
Sekitar 8.00 WITA kami mulai bergerak turun, perlu waktu sekitar 3 jam untuk sampai di tenda. Sebenarnya bisa lebih cepat tapi karena cuaca cerah dan pemandangannya bagus, lama foto di beberapa spot. Cantik banget pemandangan sepanjang jalan, danau biru cerah dan bukit sekitarnya kelihatan jelas. Dari jauh di sebelah kiri kelihatan camp area di Pelawangan Sembalun. Coba nengok ke belakang, wow banget medan ke puncak Rinjani! Dalam kondisi terang dan 100% sadar gue ga mau naik lagi ke puncak. Lebih enak turun sebenarnya, karena tinggal “merosot” di pasir, kalau berani bisa lari, lebih cepat sampai di bawah. Sampai di Pelawangan Sembalun sekitar 11 WITA, makan siang, dan bersiap turun ke danau.

Lesson Learned
Selalu ada pelajaran baru dari setiap perjalanan, kali ini dari penanjakan Rinjani kedua kalinya (disclaimer: preferensi setiap orang berbeda dan ini dari pengalaman pribadi)
- Sepatu trail running jauh lebih nyaman daripada sepatu gunung, karena ringan, empuk, dan lebih cepat kering
- Legging dan kaos dry fit lebih nyaman daripada celana berkantong banyak dan flanel, karena cepat kering dan hemat tempat
- Bawaan wajib buat summit: gaiter, wind breaker jacket, headlamp (full battery), air, dan cemilan – karena sampe atas bakal laper banget, perlu asupan juga buat turun
- Perlengkapan tidur selain matras dan sleeping bag itu emergency blanket, baju heat tech, winter legging, kaos kaki tebal, dan bantal tiup – demi kenyamanan tidur karena kualitas tidur menentukan stamina dan mood
- Pakai kaos kaki yang cukup tebal untuk trekking karena kalau tipis riskan bolong di jempol, apalagi pas medannya banyak turunan
- Bawa obat-obatan untuk otot dan pegal itu sangat membantu: gel ataupun yang tempel