Wisata Gunung Kidul – Gua Jomblang
Kami menuju ke Goa Jomblang, Pak Tatang supir kami kali ini sudah tau jalan karena pernah mengantar tamu lain ke sana. Setengah jam terakhir sebelum sampai di Goa Jomblang, jalanan rusak. Sesampainya di sana kami memilih helm, harness, sepatu boots yang sudah disediakaan. Dan ternyata antriannya panjang banget. Ada beberapa rombongan, sehingga kami turun dan naiknya berdua-dua.
Giliran pun tiba, dan menurut gw cukup aman peralatannya dengan membayar Rp 450.000, jadi sama sekali ngga deg-degan. Kami pakai harness, helm dan sudah ada orang yang nunggu di bawah. Kami excited! Mendarat di kedalaman 60 meter perut bumi. Tanahnya empuk dan lengket, pantas saja disarankan pakai sepatu boot. Bisa sih kalau mau pakai sepatu sendiri.
Rasanya seperti ada di suatu tempat yang jauh banget dari peradaban. Cahaya matahari masuk di antara pepohonan. Berdoa terus supaya pas di kedalaman 90 meter tetap ada cahaya. Ada tumbuhan yang menarik berwarna merah, ternyata itu adalah cabe purba. Guide-nya bilang hanya ada dua di Indonesia, yaitu di Jomblang dan Maros (Sulawesi Selatan).
Dan kami mulai menuruni tanah licin seperti coklat meleleh, sangat lengket. Mulut goa dari atas terlihat seperti berkabut. Begitu masuk goa, hanya terlihat cahaya dari luar. Makin ke dalam tidak ada cahaya. Koq bisa gw melakukan kesalahan bodoh lagi. Bawa headlamp tapi ditinggal di mobil. Pinter deh, Ren! Berjalan lah kami menyusuri kegelapan goa bersama rombongan lain hingga sampai di kedalaman 90 meter. Sudah ada jalan setapak, kemudian melewati bongkahan batu, agak tidak jelas bagaimana bentukannya karena gelap.
Di kedalaman 90 meter inilah ada sebuah lubang di atasnya. Kalau cahaya matahari masuk dari lubang ini, rasanya seperti cahaya surga! Ya, gw belum pernah ke surga sih, anggap saja seperti lampu sorot. Kami berenam, tidak bisa naik berbarengan ke atas, jadi bertiga-tiga. Sepatu boot harus dilepas supaya tidak merusak limestone. Limestone ini berasal dari tetesan air di dinding goa, bagus banget teksturnya. Karena kamera gw ga anti air, gw ga mau ambil risiko foto-foto di bawah tetesan air demi mendapatkan foto limestone.
Limestone ini kasar namun licin karena selalu mendapat tetesan air, berhati-hatilah dan jaga keseimbangan. Tempat pijakannya juga tidak terlalu luas dan tidak datar. Selama kita berdiri di bawah lubang ini, akan terus terkena tetesan air. Untuk bisa dapat cahaya surga ini, untung-untungan kata si bapak yang menemani kami. Kalau sedang mendung yah tidak dapat cahaya. Oiya untuk bisa mendapatkan cahaya ini, harus pas tengah hari. Artinya sampai di parkiran Goa Jomblang maksimal pukul 9 pagi. Karena persiapan dan antriannya cukup lama. Pakai pakaian senyaman mungkin, lebih enak pakaian olah raga yang cepat kering. Sekitar setengah jam kami berada di bawah sini. Ada air terjun dan sungai di bawah sana. Lebih baik tidak berinisiatif untuk ke sana tanpa guide.
Bersyukur banget cuaca cerah dan ga ada gempa. Kebayang ga, apa jadinya udah turun ke bawah dan hujan? Pertama sedih karena ga ada cahaya kayak gitu, kedua adalah super duper lengket. Apa jadinya kalau gempa pas kita di bawah? Sedikit atau banyak pasti ada yang runtuh dari dinding lubang itu.
Begitu lihat mulut goa dan cahaya terang, rasanya makin bersyukur, apalagi sampai di atas lagi, di 0 meter. Jangan protes mengenai biaya yang cukup mahal untuk masuk ke Goa Jomblang. Karena untuk menarik kembali 2 orang ke atas, diperlukan tenaga 26 orang. Kebayang kan berapa harus membayar mereka? Itu tenaga manusia loh, ditarik manual, bukan mesin. Jadi harap maklum dengan harganya. Selain itu, kalau harga terlalu murah, kebayang ga ramenya kayak apa? Bisa rusak hutan purbanya atau malah bisa jadi ada tulisan “XYZ was here” di dinding goa atau bahkan di limestone. Memang ada baiknya dibuat segmented seperti ini untuk pengunjung objek wisata minat khusus. Bukan bermaksud eksklusif, tetapi demi menjaga keberlangsungan keaslian tempat ini. Silakan yang mau ke Jomblang, tapi jangan dirusak ya dan jangan diekspos berlebihan.