Weekend Getaway ke Rumah Ulat Sutra di Bogor
Florentina Woro
Weekend getaway kali ini berbeda, gue berkunjung ke rumah ulat sutra di Ciapus, Bogor. Cukup excited karena pertama kalinya. Setelah dari Kampung Budaya Sindangbarang, kami menuju ke Rumah Sutra. Sepintas mirip vila karena ada beberapa bangunan rumah dan taman. Salah satunya adalah rumah tinggal si ulat. Di sini kita bisa lihat pengolahan sutra mulai dari ulat sampai kain sutra jadi. Cocok banget untuk wisata edukasi. Waktu berkunjungnya 08.00-14.00, dengan tiket seharga Rp 20.000, minimal 25 orang per kunjungan.
Kebun Murbei
Setelah briefing, kami langsung mengajak ke kebun murbei di bagian belakang. Dijelaskan bahwa ada 4 jenis tanaman murbei yang daunnya digunakan untuk makanan ulat. Ga cuma untuk ulat, daunnya ini juga bisa dibuat teh, lalapan, dan dimasak sayur, sedangkan buahnya yang berwarna merah keunguan bisa dimakan. Berhubung ulat sutra sangat sensitif, mereka tinggal di rumah bukan tinggal bebas di kebun murbei. Selanjutnya kami menuju ke rumah ulat.
Rumah Ulat
Di sini agak bau, lebih baik memakai masker. Errr gue ga sanggup mau posting fotonya, geli sih kalau dilihat lagi. Kalau kalian penasaran bisa googling “ulat sutra”. Si ulat makan 4 kali dalam sehari, ketika makan dia akan menghasilkan air liur yang akhirnya menjadi kepompong atau biasa disebut kokon. Bagian luar kokon yang seperti kapas dibersihkan sebelum dipintal menjadi benang. Setelahnya dibersihkan, penampakan kokon seperti kacang sukro berukuran besar, di dalamnya ada ulat yang disebut pupa.
Raw Silk
Kemudian kami diajak ke rumah raw silk, tempat pemintalan kokon menjadi benang. 15 kokon yang sudah direbus dan didinginkan digabung jadi satu kemudian dipintal. Benang sutra dijual per kilo, bukan per meter dan dihargai sekitar Rp 1.000.000-Rp 1.200.000 per kilogram. Di sini ada contoh perbandingan benang sutra yang dihasilkan oleh ulat dari Thailand dan dari Indonesia. Benang sutra Thailand berwarna kekuningan.
Pupa Rebus
Rasa pupa Thailand dan Indonesia beda. Rasa? Yap, gue cobain (lagi) makan pupa, satu ekor aja yang sudah direbus. Ukuran pupa di sini lebih kecil. Teksturnya sama, kayak kacang, tapi karena pupa ini baru aja ditiriskan dan belum kering, jadi pas digigit ada sensasi juicy. Kaget karena berasa pecah di mulut dan dominan air. Protein 2 ekor pupa sama dengan 1 butir 1 butir telur ayam kampung info Mas Ian. Hahaha.. Berani coba?
Proses Menenun Sutra
Selanjutnya kami ke rumah tenun. Di sini penenunan dikerjakan secara manual karena konsumen lebih suka hasil yang manual. Nice, market oriented. Kalau ada benang yang tersangkut harus segera diluruskan, supaya tidak merusak hasil kain. Nah, kebayang kan proses pembuatan sutra yang panjang banget, itu salah satu yang menyebabkan harga sutra cukup mahal.
Rumah Galeri Sutra
Setelah melihat proses pembuatan, terakhir menuju ke rumah galeri sutra. Di sini menjual kain dan syal yang terbuat dari sutra. Ada juga kepompong yang sudah tidak ada ulatnya yang dibuat gantungan kunci.
Rumah ulat sutra termasuk wisata minat khusus, ga semua orang akan tertarik ke sini. Buat kalian yang tertarik dengan sutra dan eduwisata, gue rekomendasikan tempat ini.