Mengejar Dugong Sampai ke Alor
Florentina Woro
Alor sudah jadi bucketlist sejak lama karena pantai dan underwater-nya. Walaupun ga diving, snorkeling di Alor sudah cukup memuaskan buat gue, selebihnya santai di pantai. Kali ini adalah liburan leyeh-leyeh, ga ngejar sunrise, ga ngejar spot foto, tapi ngejar dugong Alor.
Bandara Mali
Alor terletak di Provinsi NTT. Untuk menuju ke sana, dari Jakarta menuju Bandara El Tari Kupang, kemudian dari Kupang menuju Bandara Mali Alor. Sebelum mendarat di Bandara Mali, pemandangan dari atas juara banget! Laut di Alor bening, biru muda bergradasi sampai biru tua. Sayangnya bulan Juni ini angin timur cukup kencang sehingga arus juga kencang. Info warga lokal, lebih baik datang di bulan Oktober.
Penginapan di Alor
Dari bandara kami menuju ke Kalabahi, di sini banyak homestay. Gue ga menemukan hotel berbintang. 6 hari 5 malam kami di Alor, dimana 3 malam pertama menginap di Kabola Homestay dan 2 malam berikutnya menginap di La P’tite Kepa. Harga penginapan di sana mulai dari Rp 300.000.
Desa Adat Takpala
Ada beberapa desa adat di Alor, salah satunya Takpala. Dulunya banyak pengunjung yang datang ke sini, tapi karena perselisihan antar warga, akses desa ini ditutup. Kami bisa masuk ke sini karena ditemani Jürgen, pemilik Kabola Homestay yang kenal dengan warga lokal di Takpala. Suku Abui tinggal di sini. Mereka menyewakan pakaian adat khas Abui seharga Rp 50.000. Sarung tenun khas Alor, ikat pinggang dari batang lontar, ikat kepala dari daun lontar, kalung dari lamtoro dan kenari, dan gelang emas di kaki.
Selain Takpala, ada desa adat lainnya seperti Desa Monbang. Desa adat ini dihuni oleh Suku Kabola dan terkenal dengan pakaian dari kulit kayu. Desa adat Takpala bersebrangan dengan Bandara Mali, dari salib di pintu masuk desa, terlihat di kejauhan Bandara Mali.
Kalabahi
Dari Takpala kami menuju Kalabahi untuk makan siang, ada beberapa warung makan di sini. Harga makanan mulai dari Rp 10.000. Pertokoan dan pasar tradisional Kaledang juga berlokasi di Kalabahi. Di sini bisa membeli jagung titi, camilan khas Alor.
Mawar si Dugong
Kata orang namanya Mawar, ikan dugong yang senang berinteraksi dengan tamu di perahu. Sekitar 15 menit dari Pantai Mali, kami sampai di perairan yang tenang. Berputar-putar cukup lama sore itu sampai pukul 15.30 WITA, akhirnya si Mawar menampakan diri dari belakang perahu. Mawar ga sendiri, dia berenang mengikuti ikan kuning kecil. Pemandangan yang cukup unik.
Mawar adalah dugong Alor jantan yang panjangnya sekitar 1.5 meter, nyaris sepanjang perahu. Ada dua dugong lainnya, tapi hanya Mawar yang menampakan diri. Si Mawar senang jika ada perahu datang dan ga rela ketika perahu pergi, dia akan memukul pelan badan perahu dengan siripnya.
Kabola Homestay
Itu cerita hari pertama gue di Alor. Malam itu kami menginap di Kabola Homestay dan disambut Hartie begitu sampai di rumah. Hartie? Ya, anjing mongrel campuran German Shepherd yang cuma ngerti bahasa Jerman. Kabola Homestay juga menyediakan makan malam (based on request), harg makanan tergantung menu yang dihidangkan. Makanan di sini sehat banget! Karena minim minyak dan hampir semua bahan makanan dari hasil kebun atau ternak di homestay.
Transportasi di Alor
Hari-hari berikutnya di Alor gue habiskan dengan main air dan leyeh-leyeh. Selama di Alor kami diantar oleh pickup milik homestay (Rp 120.000 hari pertama dan Rp 100.000 ke pelabuhan Alor Kecil) dan juga menyewa motor dari homestay (Rp 70.000/hari). Kalau menyebrang pulau, kami menggunakan ojek laut.