
Naik Kapal dari Lombok ke Flores 5 Hari 4 Malam
Dari obrolan di Line, lanjut ngumpul di Grand Indonesia, dan akhirnya ketemu lagi di Bandara Soekarno Hatta. Ini cerita flashback. Kangen banget dimana bisa jalan-jalan bebas. Beruntung ini travel story bukan travel article, jadi ceritanya ga akan usang. Cerita panjang liburan ke Flores bareng Fio, Fathia, dan Yuni Mei 2014 yang berkesan banget. Dimulai dengan terombang-ambing di laut Flores. Ini itinerary sailing komodo 4 hari 3 malam.

Jakarta-Lombok

Berhubung budget terbatas, kami memutuskan ambil penerbangan dari Jakarta ke Lombok, kemudian lanjut live on board dari Lombok ke Flores. Bukan kapal Pinisi seperti foto di atas, nanti foto kapalnya di bawah. Penerbangan pagi dari Jakarta, begitu sampai di Lombok langsung menuju basecamp Kencana Adventure di Senggigi, operator yang kami pakai untuk live on board. Dari Senggigi ke Pelabuhan Kayangan di Lombok Timur, di sini baru tau ternyata sekapal dengan rombongan open trip.
Malam Pertama di Gili Bola

Jangan dibayangkan kapal pinisi bagus seperti sekarang ini. Waktu itu harganya Rp 1.450.000/orang untuk 4 hari 3 malam dan sudah termasuk makan. Kapal kayu dengan dengan loteng yang isinya matras untuk tidur. Beruntung dapat di loteng, karena sebagian tidur di bawah dan kecipratan air laut pas malam. Malam pertama melewati Gili Bola atau yang dikenal dengan nama Pulau Bedil. Ga mendarat, hanya melewati dan tidur di kapal – tanpa mandi.
Air Terjun di Pulau Moyo

Pas bangun pemandangannya laut tanpa batas ketemu langit. Holiday vibe-nya dapet banget. Guide yang bawa open trip ngajak ke pulau, ada 2 opsi: naik sampan atau berenang. Gue pilih naik sampan, mager. “Ini kesempatan kalian mandi air tawar di air terjun, ga ketemu air tawar lagi sampe Flores nanti” baiklah… Air terjun yang gue datangi ga ada namanya (waktu itu) dan kami puas main air (mandi tanpa sabun) di sana. Balik ke kapal, sarapan, dan melanjutkan perjalanan ke Pulau Satonda.

Danau di Pulau Satonda

Berbeda dengan Pulau Moyo, suasana di Pulau Satonda rasanya “dingin” dan sepi. Ada danau di tengah pulau. Di tepi danau ada batu karang yang digantung di pohon. Kata orang lokal, batu di pohon ini digantung untuk berdoa. Kalau kena angin batunya goyang dan ada bunyi kalau beradu dengan batu lain.

Danaunya hitam gelap dan gue cuma berani celup kaki sedikit di pinggir, ga berniat sama sekali buat berenang di situ. Kurang nyaman dengan suasana di danau ini. Ga lama, gue balik ke pantai dan snorkeling di sana, rasanya lebih hangat.
Malam Kedua di Laut Flores
Berbeda dengan malam pertama yang tenang, malam kedua ini lebih berangin dan ombaknya ga santai. Makan nasi goreng (di Flores nasi gorengnya warna merah), emping dan irisan telur dadar hampir terbang kebawa angin. Kebayang kan anginnya kayak apa. Malam itu tidur ga tenang, beberapa kali kebangun karena kapal goyang dan matras bergeser. Berdoa dan pasrah, semoga selamat sampai tujuan. Abis itu lanjut tidur lagi, ngantuk banget efek antimo. Hidup di kapal ga seindah di foto, hahaha..
Pas bangun, happy banget, udah pagi dan ombak lebih tenang. Ternyata semalam banyak yang muntah hahah saking terombang-ambingnya. Akhirnya, selesai sarapan, berasa sampai di surganya laut Flores.