Ngozumpa Glacier dari EBC ke Gokyo Lake via Cho La Pass
8 Nov 24 – Day 8: EBC to Gorakshep
Kalau sesuai itinerary, dari Everest Base Camp (EBC), besok ke Dzongla, hari berikutnya ke Cho La Pass. Setelah turun dari EBC, 3 orang memutuskan turun ke Pheriche, ga lanjut ke Gokyo, dan kami ditawarkan untuk turun bareng. Malam itu dingin banget dan kaget dengan tawaran ganti rute, saturasi oksigen gue drop ke 76%. Rasanya ga bisa mikir, gue mengiyakan juga untuk turun, tapi mau lihat sunrise dulu di Kala Patthar jam 5 pagi, kayak last shot aja. Suhu terdingin selama trek itu di Gorakshep, -18 derajat Celcius, lupa kunci jendela dan baru sadar pas pagi ada es di kaca bagian dalam. Gue ga bisa tidur sampai hampir tengah malam.
9 Nov 24 – Day 9: Gorakshep to Lobuche to Dzongla
Sekitar 4.25 kami bangun, sadar, dan berubah pikiran untuk lanjut ke Gokyo. Gue dan Hepi masih dalam penyembuhan diare, we were sick but we think we strong enough to make it across Cho La Pass. Dengan tenaga 5 jam tidur, gue positive thinking, pasti bisa sampe Dzongla. Banyak minum, makan, jalan pelan, dan banyak doa hahah.. Cerita di sini bakal panjang banget karena sayang kalau detailnya ga diceritakan, scanning dulu aja dan baca yang menurut kalian menarik dan butuh info detail.
Team berubah formasi dan pisah di Lobuche setelah makan siang. Raj turun ke Pheriche dengan 3 orang lain, gue dan Hepi bareng Narayan dan guide team lain, Tej. Di trek awal menuju Dzongla, bisa lihat trek Thukla Pass yang wow, panjang dan nanjak.
Dari Lobuche ke Dzongla, medannya tanah dan batu, Nepali flat, panjang banget, di punggung gunung, agak mirip jalur Rinjani Torean. Pemandangannya sisi lain Taboche, Cholatse, dan Danau Cholatse, cantik banget! Satu jam terakhir sebelum Dzongla, kabut turun, dan berangin. Sampai di penginapan sekitar 15.30, makan malam dan tidur lebih awal karena besok akan berangkat ke Cho La Pass jam 4.30, sebelum matahari terbit.
10 Nov 24 – Day 10: Dzongla to Thagnak via Cho La Pass
Dengan sarapan 2 butir telur rebus, headlamp, hand and foot warmer, 4 lapis baju (heattech, fleece, insulated down, wind breaker), dan 2 lapis celana (heattech dan down pants + calf compression) gue siap berangkat. Gelap. Cahaya cuma dari senter Narayan, headlamp gue dan Hepi. Beberapa kali berhenti dan lihat ke belakang, ada yang lagi summit di Ama Dablam, kelihatan dari cahaya yang bergerak.
Tanda sudah masuk ke area Cho La Pass, ada tiang kuning. Ikuti tiang kuning itu dan nanti akan sampai puncaknya. Jalur ke EBC kemarin terkesan manusiawi setelah ketemu trek Cho La Pass. Dari Dzongla ke Cho La Pass akan melewati 3 tanjakan curam yang berupa batu tanah, kemudian trek salju, dilanjut dengan tanjakan batu (dan es atau salju).
Pertama kali gue pakai micro spike buat lewatin tanjakan salju itu, ga seburuk atau sesulit yang gue bayangin di tanjakan ini, panjang tapi masih oke buat gue. Tapiiii trek turun, wasalam, batu lebih ga stabil dan curam, dan lapar-ngantuk-kaki mulai lelah. Big thanks to our guide and porter, Tej and Narayan, who were always there for us and helped us get down safely without slipping, you’re the best!
Ketika antri di tanjakan, ada porter dari travel operator lain (duffle bag merah) yang modusnya bantu naik, tapi brengsek. Tangan kanan narik gue dan tangan kiri sengaja pegang pantat. Bukan cuma itu, setelah turun dan papasan lagi, dia nyanyi dengan bahasa Nepal dengan tatapan mata yang ga sopan. Gue lapor ke Tej dan Narayan, menurut mereka orang ini ada kelainan jiwa. Jadi, please be aware of this kind of person, mau kalian pakai celana berapa lapis atau pakaian tertutup, tetap aja. Mungkin ada yang penasaran, “Ren, ga ngelawan? Belakang gue tebing dan pijakan gue batu dengan es, ga ada opsi.”
Yang menarik, di puncak Cho La Pass bisa nge-charge! Kami ga lama di atas karena berangin, terlalu padat, dan gue ga nyaman dengan kejadian sebelumnya. Lanjut turun dengan 1 tangan pegang trekking pole dan tangan lainnya pegang tali, buat gue ini jalur yang paling susah selama trek. Makan siang sementara lunch pack NR2.000 (2 chapati, sepotong yak cheese, dan snickers) buat tenaga lanjut ke Thagnak. Trek setelah itu Nepali flat kemudian turunan, kami sampai di Thagnak sore sekitar jam 3. Gue ga kebayang kalau rute awal, naik dari Thagnak ke Cho La Pass, lebih menguras tenaga dan mental kayaknya.
11 Nov 24 – Day 11: Thagnak to Gokyo
Kamar di Thagnak hangat dan nyaman, bisa bangun sedikit lebih siang karena jalan ke Gokyo jam 8.30. Treknya Nepali flat kemudian akan “menyebrangi” Ngozumpa Glacier, glacier terpanjang di dunia. Wow, jalurnya ga nampak hahaha, gue ga tau mesti lewat mana atau batu mana yang aman diinjak. Pelan tapi pasti, gue dan Hepi sehat dan selamat sampai di Gokyo.
Nyebrang Ngozumpa Glacier itu jalurnya naik turun ga selesai-selesai, berangin, dan bikin deg-degan kalau injak batu yang ga stabil atau lihat batu pasir longsor. Gue berasa aman trekking dengan Tej dan Narayan. Ketika turunan, mereka akan standby di depan memastikan pijakan gue stabil dan benar, ketika tanjakan dan nafas gue mulai berat, mereka akan bawain daypack dan standby di belakang.
Setelah naik turun dan ditutup dengan tanjakan, akhirnya sampai di Danau Gokyo 3 (ada 6 Danau Gokyo). Airnya toska, bagusss banget! Danau Gokyo adalah danau air tawar tertinggi. Kami memutuskan untuk makan siang dan istirahat, ga lanjut ke Gokyo Ri karena siang itu berkabut. Oke, Gokyo Ri for my next trip.
Kamar di Gokyo Resort biasa, tapi ruang makannya terbaik dari semua penginapan selama di trek. Pemandangannya langsung ke Danau Gokyo dan hangat, betah banget duduk lama-lama di sini sambil minum ginger lemon honey, minuman favorit sepanjang trek. Rasa makanan dan cake di sini juga oke, jauh lebih baik dari beberapa penginapan sebelumnya. Ga berasa kayak lagi di ketinggian 4.800an MDPL, nyaman banget. Sore itu keluar sebentar ke pinggir danau, nunggu matahari terbenam. Karena nunggu sunset di pantai sudah terlalu mainstream, hahaha..
12 Nov 24 – Day 12: Gokyo to Machhermo to Dole
Gue kira, Danau Gokyo bagus banget waktu siang, ternyata gue lebih suka waktu pagi, gradasi warnanya bikin pengen duduk bengong di situ, tapi harus turun ke Dole. Tej beda jalur karena dia jalan dengan timnya, gue bertiga dengan Hepi dan Narayan menuju Dole, makan siang di Machhermo. Nepali flat dan panjang banget, lewat Danau Gokyo 2 dan Danau Gokyo 1, dan ternyata ada sungai yang menghubungkan aliran air danau-danau itu. Trek mulai terbuka, berangin, dan menanjak (lagi) setelah Danau Gokyo 1 dan pemandangannya Gunung Taboche dan Cholatse dari sisi lain, Gunung Cho Oyu di arah Gokyo.
Kami makan siang di Machhermo dan surprised, Raj (guide yang turun ke Pheriche) datang dari Lukla ke Machhermo dengan helikopter! Gue kira dia akan nunggu di Namche dan gue akan jalan 2 hari dengan porter, ternyata formasi team tetap lengkap, guide and porter, thank you Ace! Malam itu menginap di Cozy Inn, Dole, kamarnya hangat.
13 Nov 24 – Day 13: Dole to Portshe to Namche Bazaar
Dhole ke Namche Bazaar itu turunan tanjakan turunan dan tanjakan panjang sampai ke Kyangjuma, tempat makan siang, yang gue ingat ada coffee shop, apple pie di sana enak, mie gorengnya juga enak. Dari jalur ini bisa lihat Tengboche dan sebagian jalur berangkat. Begitu sampai di Kyangzuma, Raj bilang “We made one full circle!” rasanya bahagia banget, akhirnya berhasil! Dari Kyangzuma kembali ke Namche dengan rute yang sama ketika berangkat. Sepanjang jalur, terlihat jelas Gunung Ama Dablam, Thamersku, dan Kongde.
Yang gue pikirkan sepanjang jalan turun adalah mandi dan keramas begitu sampai di Namche, ada air hangat. Di sini gue berasa air hangat dan hair dryer jadi hal yang sangat berharga, setelah 14 hari ga mandi dan keramas. Kamarnya bersih, kasur dan selimutnya hangat. Sedih trek hampir selesai, tapi lega akhirnya berhasil balik ke Namche dengan kondisi sehat. Malam itu di Namche, gue dan Hepi makan pizza, no more ginger lemon honey.
14 Nov 24 – Day 14: Namche Bazaar to Phakding to Lukla
Rute turun dari Namche ke Phakding adalah rute yang sama ketika naik. Di Phakding cuma makan siang dan lanjut ke Lukla. Yang menarik di hari terakhir ini adalah macet di jalur, yes, Everest traffic jam. Antriannya ga cuma manusia, tapi juga keledai hahah. Yang menyenangkan adalah cuaca cerah sampai ke Lukla.
Malam itu kami menginap di The Nest at Lukla, persis di sebelah Bandara Lukla. Makan malam terakhir bareng Narayan, porter yang bantu gue dan Hepi dari hari pertama. Oke, trek sudah selesai dan besok balik ke Kathmandu dari Lukla, yang katanya bandara paling berbahaya di dunia, karena landasannya pendek.
15 Nov 24 – Day 15: Lukla to Kathmandu
Bandara Lukla sangat sederhana, bisa dilihat dari boarding room-nya, pintu masuknya dengan tirai. Yang menarik di sini, guide kami, Raj, oke banget untuk urusan penerbangan, menunggu kurang dari 30 menit di bandara, kami berangkat dengan pesawat pertama! Thank you so much, Raj!
Penerbangan dari Lukla ke Ramechhap sekitar 30 menit, kemudian dari Ramechhap ke Kathmandu dengan jeep selama 6 jam, jalannya rusak karena banjir September lalu. Kami menginap di Hotel Thamel House dan hari berikutnya gue pindah ke Hotel Flying Yak, 2 hotel ini oke. Malam itu, farewell dinner dan “graduation” dengan full team di Mazaaj. Akhirnya gue makan daging lagi dan bisa minum alkohol setelah 2 minggu dengan boiled potato, oat porridge, hot water, and ginger lemon honey.