Overland Sumba – 22 Destinasi dalam 7 Hari
Tenun, pantai, sabana, kuda, dan masih banyak lainnya terbayang ketika mendengar nama Sumba. Cukup ga sih ke Sumba 7 hari 6 malam? Tergantung tingkat kepuasan kalian. Kalau gue pribadi, ga cukup 7 hari 6 malam karena terlalu banyaknya hal menarik di sana.
Gue dan 6 orang teman menyusun sendiri itinerary ke Sumba untuk Lebaran 2015 tanpa pakai jasa trip operator. Kenapa? Supaya lebih puas dan fleksibel. Kami mengumpulkan info sebelum berangkat dimana destinasi yang akan kami kunjungi tersebar di 4 kabupaten yaitu Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur.
Belum ada direct flight dari Jakarta ke Sumba, jadi kami transit dulu di Denpasar. Dari Denpasar, barulah next flight ke Tambolaka. Kami memutuskan datang dari barat dan pulang dari timur. Hal ini kami lakukan untuk menghemat waktu dan biaya.
Sumba Barat Daya
Hari pertama: Vila Redemptoris – Pantai Mananga Aba – Museum Budaya Sumba
Sampai di Tambolaka pukul 14.00 WITA, lapar! Kami dijemput mobil dari Rumah Budaya Sumba dan diantar ke Vila Redemptoris untuk makan siang. Cuaca Sumba siang itu sangat terik, tapi begitu sampai di Vila Redemptoris, rasanya sejuk. Pemandangan laut biru menemani makan siang kami hari itu. Kami memesan menu seafood dan oseng kangkung. Di Sumba cukup sulit mencari warung makan, jadi ada baiknya membawa bekal dari tempat menginap jika mau bepergian ke pelosok. Dari situ kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Mananga Aba, ada yang menyebutnya Pantai Kita untuk menikmati matahari terbenam sebelum menuju ke Rumah Budaya malam itu untuk menginap.
Romo Robert, pemilik Rumah Budaya menyambut kami dengan welcome drink kelapa muda yang berasal dari kebun kelapa di Rumah Budaya. Malam itu beliau menemani kami ke Museum Budaya Sumba dan memutarkan video tentang pembangunan rumah adat di Kampung Ratenggaro. Dijelaskan juga tentang kepercayaan Marapu yaitu pemujaan roh nenek moyang yang sampai sekarang masih dianut sebagaian masyarakat Sumba. Sumba juga satu-satunya daerah yang masih melestarikan budaya megalitikum, terlihat dengan penggunaan kubur batu. Menarik sekali! Gue ga sabar nunggu besok pag untuk eksplor Sumba.
Hari kedua: Ratenggaro – Pantai Pero – Danau Weekuri – Pantai Mandorak – Tanjung Karoso
Jadwal hari itu padat dari pagi sampai sore. Tujuan pertama adalah Kampung Adat Ratenggaro, kampung adat di tepi pantai yang terkenal dengan atap menara paling tinggi di Sumba, mencapai 35 meter. Banyak anak kecil yang meminta uang dan juga beberapa orang menawarkan barang dagangannya dengan sedikit memaksa, ga nyaman diikuti terus. Romo berpesan jangan memberikan uang kepada anak kecil karena akan menjadi kebiasaan buruk. Dari sini kami mampir ke Pantai Pero sebelum menuju ke Danau Weekuri. Akses jalan menuju Danau Weekuri tidak terlalu bagus tetapi pemandangan yang kami dapatkan sebanding dengan perjuangan ke sini. Cantik banget! Danau hijau yang mulai surut dikelilingi tebing karang. Kami makan siang di sini, tentunya dengan bekal yang sudah kami bawa dari Rumah Budaya.
Setelah puas bermain air di Weekuri, kami menuju ke Pantai Mandorak yang letaknya tidak jauh. Pantai di sini cukup eye catching dengan batu karang seperti gerbang di bibir pantai berpasir. Sisi lainnya berupa tebing karang. Lagi-lagi anak kecil mengikuti kami untuk meminta uang. Kami tidak memberi uang, sebagai gantinya, tiba-tiba kami diminta membayar Rp 50.000 untuk biaya parkir mobil. Menjadi pelajaran bagi siapapun yang ke sini.
Destinasi terakhir di hari kedua adalah Tanjung Karoso. Info dari staff di Rumah Budaya, di sini adalah tempat terbaik menyaksikan matahari terbenam dan bener banget. Akses ke sana tidak terlalu baik dan tidak ada warung atau apapun di sana. Tapi benar, matahari terbenamnya super kece! Line of sight, tidak ada penghalang apapun. Keunikan Pantai Tanjung Karoso adalah pasir dengan butiran besar dan ada seperti sungai mengalir deras yang memisahkan daratan di sisi lainnya.
Menyenangkan menghabiskan waktu di Sumba Barat Daya. Sebenarnya ada banyak tempat yang belum sempat didatangi, contohnya Pantai Mbawana yang seperti gerbang. Keterbatasan waktu yang membuat kami harus cepat balik ke Rumah Budaya malam itu. Kamar yang kami tempati terdiri dari 8 tempat tidur dengan kasur busa. Kamar backpacker yang nyaman dengan harga yang terjangkau, Rp 150.000 per orang tapi tidak termasuk makan. Untuk makan di Rumah Budaya, dihargai Rp 50.000 per orang untuk sekali makan. Makanan di sini sehat banget, pasti ada sayur dan buah. Hahaha..
Sumba Barat
Hari ketiga: Sawah Waikelo – Kampung Tarung – Air Terjun Lapopu – Tarimbang
Bangun lebih awal menjadi kebiasaan gue kalau lagi liburan, terutama kalau overland, biar bisa puas menikmati hari itu. Hari ketiga kami menuju ke Sumba Barat dengan tujuan akhir adalah Tarimbang di Sumba Timur. Destinasi pertama hari itu adalah Sawah Waikelo yang masih berada di Sumba Barat Daya dengan mata air yang tidak pernah kering. Bentuknya seperti gua dengan kolam di tengahnya. Tenang banget, ga terpikir bakal berenang di sini, biasanya air tenang menghanyutkan…
Dari situ kami menuju ke Kampung Tarung. Memang tidak berbeda jauh dengan kampung adat lainnya, namun keunikannya adalah kampung ini berada di tengah kota, jadi tidak memerlukan waktu lama untuk sampai di sini. Udah modern sih menurut gue karena ada parabola, berasa balik ke Jakarta bro!
Berhubung sudah jam makan siang, kami kejar waktu, dan makan siang di parkiran Air Terjun Lapopu. Tidak sulit untuk menuju ke sini hanya saja jalan rusak di beberapa ratus meter terakhir. Sudah ada toilet dan tempat parkir di sini. Air Terjun Lapopu saat itu termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional (TN) Manupeu Tanadaru. Beruntung datang di musim kemarau sehingga sungai tidak terlalu deras dan kami bisa berenang menyebrangi sungai. Suka banget sama Lapopu karena airnya berwarna hijau cerah dan ga perlu bersusah payah untuk ke sini. Sempat ragu ketika driver meminta biaya tambahan dari harga Rp 800.000 menjadi Rp 1.500.000 dengan alasan jalannya rusak dan jaraknya semakin jauh. Nah case kayak gini yang kadang di luar rencana. Sudah sampai Sumba, nanggung, mau gimana lagi, ya udah bayar Rp 1.500.000, untungnya dibagi 7 orang.
Perjalanan panjang dimulai hari itu dan kami langsung menuju Tarimbang. Memerlukan waktu berjam-jam untuk sampai di Tarimbang. Jalanan masih beraspal sampai kami memasuki area Tarimbang, habis itu mobil bergoyang karena jalanan rusak. Matahari terbenam di perjalanan menuju Tarimbang, cakep banget!
Sumba Timur
Hari keempat: Pantai Tarimbang
Penginapan yang kami pilih lokasinya cukup menarik di atas bukit sehingga kami bisa mellihat dengan jelas garis Pantai Tarimbang dari penginapan. Tapi fasilitas dan pelayanannya ga sebanding dengan harga yang kami bayar, yaitu Peter Magic Paradise. Dulunya penginapan ini cukup oke, dilihat dari review beberapa pengunjung, namun karena masalah pribadi, penginapan ini tidak terurus. Drama banget karena pemiliknya mabuk di malam kedua dan berantem dengan pacarnya. Besok malamnya mati lampu dan mati air. Hahaha wasalam.
Kami harus berjalan kaki dari penginapan ke Pantai Tarimbang keesokan harinya karena ga ada kendaraan. Olah raga bro! Jalannya rusak, untung aja turunan. Terbayar capeknya pas lihat laut biru cerah dengan pasir putih. Tidak ada orang lain selain kami di sana. Jangan harap ada penjual makanan atau toilet. Siang itu kami menghabiskan waktu tidur siang di pantai dan mengeksplor sisi barat Pantai Tarimbang. Kebutuhan “vitamin sea” terpenuhi! Puas banget leyeh-leyeh di Tarimbang.
Hari kelima: Danau dan Air Terjun Laputi – Bukit Wairinding – Pantai Cemara
Destinasi selanjutnya di hari berikutnya adalah Air Terjun Laputi yang terletak di TN Laiwangi Wanggameti. Saat ini TN Manupeu Tanadaru bergabung dengan TN Laiwangi Wanggameti yang dikenal dengan TN Matalawa. Air terjun ini istimewa! Kenapa? Karena airnya berasal dari danau di atasnya. Ga kalah unik, di dalam Danau Laputi terdapat belut yang disebut Apu, artinya nenek. Jadi belut di sini dianggap sakral dan tidak boleh dimakan, namun jika belut jatuh ke air terjun, belut ini dianggap sudah tidak sakral lagi. Jaraknya tidak terlalu jauh, namun akses jalan ke sini belum beraspal, sehingga waktu tempuh menjadi lebih lama. Semakin sulit aksesnya, biasanya semakin indah tempatnya, dan benar!
Kami ga bawa bekal siang itu dan itu kesalahan besar, ga nemu warung makan. Akhirnya setelah beberapa jam ketemu warung makan di jalan utama sekitar pukul 16.00 WITA. Makan seadanya dengan lauk yang tersisa dan mi instan. Setelah kenyang dan cukup beristirahat, kami melanjutkan ke Bukit Wairinding. Jalan menuju ke sini sudah beraspal dan kami datang tepat ketika matahari terbenam
Malam itu kami menginap di Pantai Cemara, penginapannya persis di tepi pantai dan bagus! Nyaman sekali rasanya perjalanan Sumba hari itu berakhir dengan indah. Bayangin aja dari penginapan yang mati lampu dan mati air di Tarimbang, besoknya dapat penginapan Pantai Cemara yang bersih dan fasilitasnya oke banget.
Hari keenam: Kampung Rende – Pantai Watuparunu – Pantai Walakiri
Dua hari terakhir kami di Sumba kami manfaatkan sebaik-baiknya. Hari keenam kami menuju ke arah selatan Sumba Timur, yaitu Pantai Watuparunu. Searah dengan Watuparunu, terdapat Kampung Rende dan mampir di situ. Yang menarik dari Kampung Rende adalah kubur batu yang berukuran besar dan kami dijamu dengan sirih pinang. Pertama kalinya mencoba sirih pinang, rasanya kesat campur asam dan pahit. Untuk kesopanan, harus mengunyah sirih pinang itu selayaknya welcome drink. Suasana di Rende berbeda dengan kampung adat yang sebelumya kami datangi. Di sini sangat tenang cenderung sepi. Di beberapa rumah terlihat sedang membuat tenun ikat dan mereka menjualnya kepada pengunjung tidak dengan memaksa. Bagi pecinta kain tenun, Sumba adalah surganya kain tenun, cantik! Ada filosofi di balik motif tenun Sumba. Ternyata di situ ada jenasah yang belum dimakamkan, tapi gue ga masuk di rumah itu.
Dari Rende, perjalanan panjang ke Watuparunu dimulai. Beberapa kali kami berhenti di tepi jalan karena melihat sekumpulan kuda sandel dan sapi. Rasanya seperti into the wild! Jalan di padang sabana yang berwarna coklat keemasan untuk melihat kuda dan sapi dari dekat itu ada sensasi tersendiri. Akhirnya kami tiba di Watuparunu ketika jam makan siang. Pemandangan seharusnya cukup indah dari atas, tapi siang itu mendung sehingga langit dan laut berwarna abu-abu. Namun begitu kami turun dari bukit, langit mulai cerah.
Karena jaraknya yang cukup jauh dari kota Waingapu, kami memutuskan untuk tidak mengunjungi sisi bawah tebing Watuparunu untuk menghemat waktu. Kami menuju ke Pantai Walakiri berharap melihat matahari terbenam di sana. Harap-harap cemas karena siang hari sempat mendung. Sekitar pukul 17.00 kami sampai di Walakiri dan matahari masih bersinar, thanks God! Sore itu kami menikmati matahari terbenam di antara bakau. Indah! Hari itu ditutup sempurna ketika kami menemukan rumah makan Sei di sekitar Waingapu.
Hari ketujuh: Bukit Wairinding – Kampung Prailiu – Bukit Persahabatan
Tidak terasa sudah hari terakhir di Sumba, hari ini kami akan city tour di sekitar Waingapu. Tujuan pertama adalah Bukit Wairinding karena sebelumnya kami ke sana waktu sore. Siang hari lebih indah dengan langit biru, walaupun sangat terik di sini. Disarankan bawa minum dan makan karena tidak ada yang berjualan di sekitar sini. Dari Pantai Cermara ke Waingapu, kami melewati kawasan Puru Kambera dimana padang sabana membentang di kiri dan kanan jalan. Di kejauhan tampak laut.
Karena pesawat kami pukul 14.00 WITA, kami segera ke Kampung Raja Prailiu yang berada di kota Waingapu. Keunikan kampung ini terletak pada ukiran-ukiran di kubur batu dan sebuah pohon besar dimana batangnya penuh dengan tengkorak sapi dan kerbau. Di sini juga dijual beragam kain tenun khas Sumba Timur, seperti di Rende.
Selesai sudah overland di Sumba. Setelah check in dan menaruh bagasi, kami mampir ke Bukit Persahabatan. Dari sini bisa melihat sebagian kota Waingapu dan pesawat landing maupun take off di Bandara Umbu Mehang Kunda.
Selamat tinggal Tanah Marapu! Lain kali pasti kembali. Untuk memudahkan kalian mengeskplor Sumba, itinerary Sumba overland bisa dicek di halaman itinerary.
IAZ punya storyteller di Sumba yang siap menemani perjalanan kalian, bisa cek di sini.
Kita berwisata, kita bercerita.